La Nyalla Pertanyakan Syarat Menpora yang Minta Digelar KLB
La Nyalla juga menyatakan bahwa hanya ada dua syarat agar sepakbola Indonesia kembali aktif.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS, COM. JAKARTA - Presiden PSSI La Nyalla Mahmud Mattalitti menyambut baik pertemuan antara Menpora Imam Nahrawi dengan Ketua Komite Ad-hoc Reformasi PSSI Agum Gumelar, Rabu lalu di kantor Kemenpora di Jakarta.
La Nyalla juga menyatakan bahwa hanya ada dua syarat agar sepakbola Indonesia kembali aktif.
“Dua syarat ini mendesak untuk dipenuhi sebagai pintu masuk menghidupkan kembali sepakbola Indonesia. Yaitu, pemerintah mengutus wakilnya untuk duduk di komite ad-hoc dan Menpora mencabut SK Pembekuan PSSI sebelum kongres FIFA akhir Februari nanti. Itu pintu masuknya,” tandas La Nyalla, Kamis (11/2) melalui siaran pers PSSI.
La Nyalla yang terpilih sebagai presiden PSSI masa bakti 2015-2019 ini mengungkapkan bahwa FIFA sudah mengakomodasi keinginan pemerintah untuk memperbaiki tata kelola sepakbola Indonesia melalui cara yang dibenarkan statuta FIFA. Yakni dengan cara duduk bersama antara pemerintah dan stakeholder sepakbola nasional.
“Di forum itu diharapkan dapat dibicarakan A sampai Z bagaimana agar PSSI dan prestasi sepakbola Indonesia semakin baik. Tapi kan sampai sekarang Menpora belum mengutus wakil pemerintah,” ujarnya.
Syarat KLB
La Nyalla juga menyoal syarat yang diberikan Menpora usai bertemu Ketua Komite Ad-hoc Reformasi PSSI Agum Gumelar, bahwa pemerintah bersedia bergabung dengan Komite Ad-hoc dengan beberapa syarat, yang pertama diminta sebagai syarat adalah Komite Ad-hoc harus segera menggelar KLB PSSI.
“KLB untuk apa? Memilih ketua umum dan pengurus baru? Memangnya yang sekarang kenapa? Salah? Salahnya apa? Kan tidak pernah terjawab?” tanyanya.
Ditambahkan La Nyalla, Komite Ad-hoc juga tidak memiliki kewenangan untuk menggelar KLB. Karena sesuai statuta, KLB hanya bisa dilakukan apabila diminta oleh anggota dan disetujui oleh komite eksekutif.
Dan disupervisi oleh FIFA-AFC. Sedangkan FIFA sudah menegaskan bahwa kongres pemilihan di Surabaya kemarin adalah kongres yang sah, dan kepengurusan masa bakti 2015-2019 juga sah.
“Saya tegaskan lagi, saya memimpin PSSI karena dipilih oleh 92 pemilih dari 106 voter kongres. Sehingga saya tidak akan mundur selama pemilih saya tidak meminta saya mundur. Jadi jangan karena pemerintah lalu intervensi untuk semaunya. Sudah jelas akibat intervensi itulah sepakbola Indonesia disanksi FIFA. Dan FIFA sudah memberi jalan untuk duduk bersama membahas bagaimana membuat sepakbola lebih baik bersama pemerintah. Sederhana kan? Saya yakin kalau ada goodwill pasti selesai dari dulu,” urainya.
Tentang syarat yang lain yang disebut Menpora bahwa pengurus PSSI tidak boleh dari partai politik, La Nyalla menyatakan dirinya tidak menjadi pengurus partai apapun.
“Tetapi apakah orang yang kebetulan aktif di partai tidak boleh membina olahraga? Apakah di cabang olahraga lain tidak ada pengurus yang juga aktif di partai? Apakah di badan-badan yang dibentuk kemenpora seperti BOPI dan BSANK tidak ada orang yang aktif di partai? Coba dibaca lagi apa ada aturan seperti itu. Kalau saya jelas bukan pengurus partai,” tukas La Nyalla yang juga pengusaha ini.
Sementara terhadap syarat yang lain, yang intinya bermuara pada perbaikan tata kelola sepakbola dan upaya meminimalisir perilaku buruk di sepakbola, seperti match fixing dan lainnya, La Nyalla mengaku setuju.
“Saya seribu persen mendukung perbaikan sepakbola. Bahkan saya selalu katakan, saya di garda depan untuk memberantas match fixing dan perilaku buruk di sepakbola. Saya selalu minta badan yudisial PSSI tidak segan menghukum berat pelaku yang terbukti salah,” tegas Presiden PSSI 2015-2019 itu. tb