TRIBUNNEWS.COM - Ada hikmah di balik sebuah peristiwa yang menyakitkan. Setelah pasti terdegradasi dari Premier League, skuat Aston Villa bakal tampil lepas di sisa kompetisi.

Joleon Lescott, kapten Aston Villa, mengatakan hal tersebut setelah timnya harus menerima kenyataan terdegradasi. Aston Villa terdegradasi setelah menelan kekalahan 1-0 dari Manchester United di Old Trafford, Sabtu (16/4).

“Sekarang degrdasi telah dipastikan, mungkin ini malah mengangkat beban dari pundak kami dan kami bisa memberikan penampilan yang layak untuk para penggemar kami,” ujar Lescott dikutip oleh Soccerway.

Aston Villa terdampar di dasar klasemen Premier League hingga pekan ke-34. The Villas hanya meraih 16 angka dari 34 pertandingan. Dengan sisa empat pertandingan, Aston Villa maksimal hanya bisa meraih 12 angka. Klub asal Birmingham itu terdegradasi dari kompetisi level teratas Inggris untuk kali pertama sejak 1986/87.

“Ini adalah bagian dari sepak bola, kami harus menghadapinya dengan kepala tegak. Di balik pikiran kami adalah musim depan harus promosi. Saya di sini selama Aston Villa menginginkan saya,” kata mantan pemain Manchester City dan Everton tersebut.

Aston Villa adalah bagian dari sejarah besar Premier League. Villa termasuk klub-klub pertama yang menjadi kontestan musim perdana Premier League. Setelah Aston Villa terdegradasi, hanya ada enam klub penggagas Premier League yang tersisa. Mereka adalah Manchester United, Arsenal, Tottenham Hotspur, Liverpool, Chelsea, dan Everton.

“Tentu saja para pemain sangat terpukul. Kami tahu degradasi berada di depan mata kami, namun sekali degradasi tidak berpihak pada anda, maka sulit. Situasinya sangat sulit bagi setiap orang di klub,” ujar Eric Black, pelatih interim Aston Villa.

Aston Villa menghuni zona degradasi sejak pekan ketujuh. Awalnya Aston Villa berada di peringkat ke-18 sejak pekan ketujuh sampai kesepuluh. Peringkat mereka kemudian turun menjadi ke-19 pada pekan ke-11. Sepekan kemudian Aston Villa berada di urutan buncit sampai pekan ke-34.

Kedatangan Rudy Lerner, pebisnis asal Amerika Serikat, pada 2007 sebagai pemilik klub, menjadi awal dari keterpurukan Aston Villa. Ketika itu Rudy Lerner menunjuk Martin O’Neil sebagai pelatih kepala. O’Neil kemudian mundur hanya lima hari sebelum musim 2010/11 bergulir.

Sebagai pengganti O’Neil, Lerner menunjuk Gerard Houlier sebagai pelatih. Mantan pelatih Liverpool itu tidak sampai setahun melatih karena alasan kesehatan. Alex McLeish menggantikan posisi Houlier meski mendapat protes karena sebelumnya McLeish melatih Birmingham City, rival sekota. Kontrak McLeish diputus pada akhir musim 2011/12 karena Aston Villa mengakhiri kompetisi di peringkat ke-16. Aston Villa kemudian menunjuk Paul Lambert.

Rudy Lerner mengumumkan Aston Villa mengalami kerugian financial sebesar 53,9 juta pound sterling, sekitar Rp 1,01 triliun pada 28 Februari 2012. Lerner kemudian menjual Aston Villa seharga 200 juta pound sterling, sekitar Rp3,74 triliun pada 12 Mei 2014.

Rudy Lerner masih menjadi petinggi klub pada musim 2014/15, namun Aston Villa mengakhiri musim itu di posisi nyaris terdegradasi. Aston Villa berada di peringkat ke-17 pada akhir musim. Tim Sherwood, pelatih yang menyelamatkan Aston Villa ketika itu, dipecat pada 24 Oktober 2015. Aston Villa kemudian menunjuk Remi Garde pada awal November, namun hanya bertahan hingga akhir Maret.

“Aston Villa adalah klub besar. Mungkin sejak Martin O’Neill pergi, klub mengalami penurunan gradual,” ujar Simon Grayson, mantan pemain Aston Villa, kepada Omnisport.