Teknologi Garis Gawang Dinilai Terlalu Mahal
Bundesliga, Serie A, dan Ligue 1 juga mulai mengandalkan sistem ini untuk yang kali pertama pada tahun lalu.
Penulis: Muhammad Barir
Biaya Dinilai Terlalu Mahal
TRIBUNNEWS.COM, PERANCIS - Teknologi garis gawang terbukti sukses digunakan oleh Premier League sejak 2013-2014.
Bundesliga, Serie A, dan Ligue 1 juga mulai mengandalkan sistem ini untuk yang kali pertama pada tahun lalu.
Turnamen bergengsi antarklub Eropa, yakni Liga Champions dan Liga Europa, turut mengandalkan teknologi tersebut. Demikian pula dengan ajang Piala Eropa 2016 yang akan berlangsung pada pekan ini.
Meski telah teruji dan telah dipakai di berbagai kompetisi sepak bola, Divisi Primera La Liga, kompetisi kasta teratas Liga Spanyol, masih enggan menggunakan teknologi garis gawang dalam kompetisi mereka.
Alasannya, teknologi tersebut dinilai memakan biaya yang besar. Menurut Presiden La Liga, Javier Tebas, penggunaan teknologi itu dinilai terlalu mahal.
"Tidak, kami tidak akan menggunakannya. Itu akan memakan biaya yang besar," ujar Tebas kepada Cope's Tiempo de Juego, Senin (6/6).
Kebijakan La Liga tak menggunakan teknologi garis gawang mungkin tak terlepas dari krisis keuangan yang melanda Spanyol dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, pendapatan klub-klub La Liga di luar Barcelona dan Real Madrid dari hak siar televisi juga tak sebesar Premier League.
Perusahaan pengadaan teknologi garis gawang asal Jerman, GoalControl, memang memasang harga yang tergolong tinggi.
Untuk kontrak tiga tahun, biaya pemasangan teknologi tersebut mencapai 420.000 poundsterling (Rp 8 miliar) untuk satu stadion.
Adapun dalam kompetisi sepak bola negara Eropa, teknologi tersebut idealnya dipasang di 280 stadion. Dengan demikian, butuh biaya sekitar 118 juta poundsterling (Rp 2,2 triliun) untuk kontrak tiga tahun.
Teknologi garis gawang sudah dipakai pertama kali oleh FIFA pada Piala Konfederasi 2013. Tujuannya untuk meminimalkan keputusan wasit terkait insiden gol kontroversial.
Insiden seperti itu pernah terjadi pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Kala itu, dalam tayangan ulang, bola hasil tendangan gelandang Inggris Frank Lampard sudah melewati garis gawang Jerman.
Akan tetapi, karena keterbatasan pandangan wasit, tembakan dari Lampard itu tidak disahkan. Mulai sejak itulah, teknologi garis gawang mulai dipertimbangkan. (Tribunnews/kompas.com)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.