Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Superskor

Sepi Gli Azzurri Tanpa Sang Jenderal

DARI Italia lahir Catenaccio, sistem pertahanan dalam sepakbola yang paling masyhur. Sistem pertahanan gerendel, super ketat, juga sekaligus keras

zoom-in Sepi Gli Azzurri Tanpa Sang Jenderal
GAZZETTAWORLD.COM
Andrea Pirlo (kiri), Claudio Marchisio (tengah), dan Marco Verratti (kanan), saat memperkuat timnas Italia. 

DARI Italia lahir Catenaccio, sistem pertahanan dalam sepakbola yang paling masyhur. Sistem pertahanan gerendel, super ketat, juga sekaligus keras, licin, dan licik. Sistem yang membuat siapapun yang menjadi lawan akan merasa jengkel luar biasa.

Tapi Italia juga melahirkan banyak "musikus bola". Para peracik, para chef, jenderal-jenderal di lapangan tengah, yang dengan gerak kakinya dapat membuat bola melesatkan nada-nada indah bagai simfoni.

Berlebihan? Barangkali benar. Mungkin juga tidak. Untuk pemain-pemain sekelas mereka, mungkin memang tiada lagi perumpamaan yang lebih cocok.

Sebutlah misalnya Gianni Rivera dan Giampiero Boniperti. Lalu ada Revellino. Kemudian, memasuki era 1980an hingga 1990an, Italia tumpah ruah dengan pemain-pemain lini tengah, gelandang-gelandang bertalenta luar biasa dan penuh imajinasi.

Jika boleh dikerucutkan menjadi tiga saja, akan muncul nama-nama maestro ini, yang sungguh kebetulan, seluruhnya bernama depan Roberto: Donadoni, Mancini, dan Baggio.

Era berikutnya menjadi milik Francesco Totti dan Andrea Pirlo. Dibanding nama- nama terdahulu, Totti dan Pirlo memiliki karakter yang lebih unik.

BERITA REKOMENDASI

Totti, selain kecemerlangannya sebagai pengatur serangan, juga merupakan seorang penuntas yang hebat. Hal yang membuatnya bisa ditempatkan sebagai gelandang dan juga ujung tombak.

Sejak tahun 1992 sampai sekarang, Totti telah bermain 601 kali untuk AS Roma dan melesakkan 248 gol. Sebelum memutuskan pensiun tahun 2006, Totti 58 kali berkostum tim nasional dan mengoleksi sembilan gol.

Totti datang dari era yang sama dengan Pirlo dan pelatih-pelatih tim nasional Italia lebih memilih Pirlo sebagai komandan utama. Sebagai gelandang tengah, Pirlo berbeda karakter dengan trio Roberto.

Ia tak piawai meliuk-liuk. Namun akurasi umpannya sungguh menakjubkan. Pirlo juga sangat hebat dalam mengatur tempo permainan. Dan satu lagi keistimewaannya, merebut bola. Saat sepakbola modern mengenalkan istilah box to box midfielder, Andrea Pirlo adalah role model-nya.


Namun era Pirlo di Gli Azzuri --julukan tim nasional Italia-- telah berakhir. Ia memang belum secara resmi mengumumkan pensiun. Tapi pascahengkang dari Juventus dan "menyepi" ke Liga Amerika Serikat, Pirlo seakan terlupakan. Mei lalu ia genap berusia 37, dan Antonio Conte, pelatih Italia, tidak memanggilnya.

Kenapa? Conte tidak mengemukakan alasannya secara spesifik. Namun pada Gazetta Dello Sport dan Football Italia, ia memuji Claudio Marchisio dan Marco Verratti.

"Sepanjang musim ini mereka bermain sangat mengesankan. Mereka akan memberi warna yang lebih segar pada permainan Italia," ujarnya.

Conte mungkin ingin mengatakan bahwa Italia tidak lagi membutuhkan Pirlo karena sudah ada Marchisio dan Verratti yang lebih muda dan energik, selain -- tentu saja-- visi bermain yang sama sekali tak kalah. Namun rencana Conte berantakan. Marchisio dan Verrati sama-sama tumbang karena cedera.

Marchisio mengalami masalah pada ligamen lutut pada laga Serie A kontra Palermo pada pertengahan April 2016. Sedangkan Verrati harus menepi karena kerusakan pada otot paha.

Sebenarnya Conte masih punya waktu untuk membawa kembali Pirlo ke dalam tim. Toh, Marchisio cedera di bulan April. Verratti bahkan sudah terkapar sejak 20 Februari 2016 dan namanya tidak sekali pun tercantum lagi dalam daftar pemain Paris Saint Germain (PSG) terhitung Maret 2016.

Tapi begitulah. Sampai ia mengumumkan skuat inti Italia yang akan bertolak ke Perancis pada 31 Mei 2016, Pirlo tetap tak pernah dipanggil pulang. Conte memilih delapan gelandang. Yakni Federico Bernardeschi (Fiorentina), Antonio Candreva (Lazio), Daniele De Rossi (AS Roma), Alessandro Florenzi (AS Roma), Emanuele Giaccherini (Bologna), Thiago Motta (PSG), Marco Parolo (Lazio), dan Stefano Sturaro (Juventus).

Jangankan sampai pada tahapan "musikus bola", level penghela imajinasi, bahkan tidak satu pun di antara para gelandang ini yang memiliki tipikal playmaker. Conte memberikan nomor punggung 10 untuk Motta, pemain yang jelas-jelas bukan pemain berkarakter nomor sepuluh.

Motta di PSG bermain di belakang Verrati, di depan duet Thiago Silva dan David Luis, sebagai penyeimbang lini tengah dan belakang. Demikian pula Daniel De Rossi, pemain berpengalaman lain dalam kombinasi ini.

Tipikal nomor sepuluh sebenarnya justru ada pada Federico Bernardeschi --meski posisi idealnya adalah winger. Selain memang benar-benar menyandang nomor 10 di Fiorentina, gaya bermain Bernardeschi mengingatkan pada Donadoni. Ia kidal.

Tapi berbeda dari Donadoni yang lebih sering menyisir sisi kiri lapangan, Bernardeschi mampu bergerak dari sisi kiri maupun kanan, melepas umpan silang, atau menyayat ke tengah lapangan untuk melepaskan tendangan ke gawang. Mirip-mirip Mesut Ozil dan Angel Di Maria.

Namun masih menjadi tanda tanya besar apakah Conte akan menempatkan Bernardeschi dan Parolo di jajaran starting eleven. Sejauh ini, Bernardeschi baru bermain untuk Italia sebanyak empat kali. Dan Euro 2016 menjadi panggung akbarnya yang pertama.

Jika Conte ternyata menyimpan Bernardeschi di bangku cadangan, maka Italia akan benar-benar bermain tanpa imajinasi. Ini sangat berbahaya, karena lawan yang mereka hadapi, Belgia, justru memiliki banyak pemain yang mampu melakukan kreasi-kreasi ajaib di lapangan.

Kabar terakhir yang masih simpang-siur, Eden Hazard kemungkinan tidak dapat bermain. Playmaker Chelsea ini mengalami cedera saat latihan. Tapi jikapun benar Hazard mesti menepi, Belgia masih punya Axel Witsel dan Kevin De Bruyne.

Racikan bola keduanya, yang ditopang Marouane Fellaini dan Radja Nainggolan yang kokoh, bakal menjadi santapan empuk bagi tukang-tukang gedor yang sama tajam, Christian Benteke dan Romelu Lukaku.

Walau tak sempurna, Conte memang mewarisi semangatCatenaccio yang ia tularkan ke tim nasional Italia. NamunCatenaccio juga membutuhkan dirigen andal di lini tengah. Membutuhkan orang yang mengatur kapan nada mesti dihentakkan dan kapan harus dilantunkan dengan lirih. Tanpa itu, simfoni akan berantakan.

Twitter: @aguskhaidir

Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Klub
D
M
S
K
GM
GK
-/+
P
1
Liverpool
10
8
1
1
19
6
13
25
2
Man. City
10
7
2
1
21
11
10
23
3
Nottm Forest
10
5
4
1
14
7
7
19
4
Chelsea
10
5
3
2
20
12
8
18
5
Arsenal
10
5
3
2
17
11
6
18
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas