Vietnam dan Filipina Maju Sepakbolanya kata Simon McMenemy
Simon McMenemy berbicara terkait perbedaan kultur sepak bola di tiga negara yang pernah disinggahinya; Vietnam, Filipina, dan Indonesia.
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Simon McMenemy berbicara terkait perbedaan kultur sepak bola di tiga negara yang pernah disinggahinya; Vietnam, Filipina, dan Indonesia.
Dari pernyataannya, ada sedikit harapan bagi publik pencinta timnas Indonesia.
Pasalnya, Simon McMenemy masih punya keyakinan bisa mengantar sepak bola Indonesia ke level yang telah dicapai Vietnam dan Filipina.
Meski tak mudah, diakuinya sendiri bahwa kultur sepak bola yang berkembang di masing-masing negara punya peranan tersendiri bagi kesuksesan tim nasionalnya.
Vietnam dan Filipina mungkin merupakan contoh terbaik bagi persepakbolaan Asia Tenggara saat ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, progres mereka amat pesat.
Piala AFF 2018 dan Piala Asia 2019 adalah contoh kecil kemajuan pengelolaan sepak bola di Vietnam.
Menurut Simon McMeneny, kultur sepak bola di Vietnam tak bagus-bagus amat.
Permasalahan dan lubang-lubang masih terdapat di sana-sini.
Akan tetapi, mereka fokus kepada pemain-pemain muda yang mana berbanding lurus dengan prestasi timnas senior mereka.
Satu aspek penting yang paling krusial dalam kemajuan sepak bola Vietnam yang signifikan, menurut Simon, adalah tata kelola dan manajemen sepak bola.
"Liga di Vietnam sangat sulit. Mungkin gaji pemain tidak terlalu tinggi dan penontonnya sedikit, tetapi sepak bola mereka sangat terorganisasi," ujar Simon.
"Hal bagus yang mereka lakukan adalah berinvestasi untuk perkembangan pemain muda. Mereka membangun pusat perkembangan pemain muda dan strukturnya," tuturnya, menambahkan.
Perlakuan berbeda diterapkan Filipina, tim yang menempati peringkat ke-116 di ranking FIFA.
Simon yang pernah menjadi pelatih timnas Filipina tahu betul apa yang waktu itu dilakukan peramu kebijakan sepak bola di sana.
Kegemilangan timnas senior dijadikan pemacu semangat bagi tim-tim muda, untuk kemudian dapat dituai hasilnya.
"Filipina membangun dari atas lebih dulu untuk memacu perkembangan pemain muda. Mereka membangun timnas dengan pemain-pemain berkualitas agar sukses," kata pelatih asal Skolandia tersebut.
Benar saja, pada Piala AFF 2010 lalu, gelombang pemain-pemain naturalisasi membanjiri skuat Filipina.
Meski tak langsung sukses seketika itu juga, The Azkals saat ini tengah dalam tren yang baik.
"Timnas senior itu menghadirkan gairah dan memancing ketertarikan untuk pemain muda dan lebih banyak anak-anak untuk bermain sepak bola. Akhirnya generasi muda itu yang akan menemukan cara untuk berkembang," ucapnya.
Yang jadi masalah adalah, untuk menjadikan timnas Indonesia yang lebih baik lagi begitu kompleks saat ini.
Dalam hematnya, Simon menakar dua konsep yang dianut Vietnam dan Filipina harus dikombinasikan di Indonesia.
Jadi, selain membentuk timnas senior yang kuat dan berprestasi, Indonesia juga harus fokus kepada pengembangan pemain muda.
Katanya, "Situasi di Indonesia sedikit berbeda. Kita harus punya timnas Indonesia yang membanggakan dan menginspirasi generasi muda. Ide pribadi saya adalah menciptakan role model."
Harus ada seorang yang dijadikan role model, agar pemain-pemain lainnya dapat terpacu untuk mengikuti jejak teladan tersebut.
Dalam hal ini, eks pelatih Bhayangkara FC menyebut nama Evan Dimas.
Dengan memilih role model yang baik, diharapkan pemain-pemain penerusnya dapat sesuai dengan segala aspek positif yang dimiliki pemain tersebut.
"Saya ingin pemain muda menjadikan role model itu sebagai inspirasi," tuturnya.
Terkait pemilihan role model, Simon menyebut beberapa faktor penting demi mendapat sosok yang benar-benar pas.
"Banyak hal berbeda yang bisa dijadikan patokan untuk menciptakan role model misalnya mindset. Seperti attitude, kesempatan bermain di klub, serta tanggung jawab. Saya ingin membentuk timnas seperti cahaya yang membuat bangga semua orang," ucapnya, mengakhiri.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.