Tim Penasehat Hukum Joko Driyono Optimis Patahkan Dalil Tuntutan JPU
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Sigit Hendradi menuntut terdakwa Joko Driyono dengan hukuman 2 tahun 6
Editor: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan plt. Ketum PSSI. Joko Driyono dituntut tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari kejaksaan negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Sigit Hendradi hukuman dua tahun enam bulan penjara.
Joko Driyono dianggap memenuhi unsur dalam Pasal 235 jo 233 jo 55 ayat (1) ke-1, sebagaimana dakwaan alternatif kedua subsider.
Pasal 233 KUHP sendiri berbunyi; “Barangsiapa dengan sengaja menghancurkan, merusakkan atau membuat sehingga tidak dapat dipakai lagi atau menghilangkan barang yang digunakan untuk meyakinkan atau menjadi bukti bagi kuasa yang berhak, atau surat pembukti (akte), surat keterangan atau daftar, yang selalu atau sementara disimpan menurut perintah kekuasaan umum, atau baik yang diserahkan kepada orang pegawai, maupun kepada oranglain untuk keperluan jabatan umum dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.”
Tuntutan tersebut dibacakan dalam sidang lanjutan perkara tindak pidana umum di pengadilan negeri Jakarta Selatan.
Sidang yang dipimpin ketua majelis hakim H. Kartim Haeruddin itu berlangsung Kamis (4/7/2019).
Dalam tuntutannya, JPU menyatakan dalam persidangan terdakwa mengakui memerintahkan saksi Mardani Mogot yang kemudian bersama saksi Mus Muliadi memasuki areal yang sudah diberi garis polisi untuk mengambil sejumlah barang.
JPU juga mengatakan tidak terdapat alasan pemaaf atau alasan pembenar penghapus pidana atas perbuatan terdakwa.
“Sementara yang meringankan adalah terdakwa belum pernah dihukum,” tukas Sigit.
Usai sidang, anggota tim penasehat hukum terdakwa, Mustofa Abidin mengaku optimis dapat mematahkan dalil-dalil tuntutan jaksa terhadap kliennya.
Menurutnya, tidak terdapat satupun fakta di persidangan yang memnuhi unsur pasal yang digunakan JPU dalam tuntutanya.
“Kami optimis, nanti saat pledoi akan kami paparkan semua argumentasi hukum kami yang akan mematahkan argumentasi JPU,” katanya.
Mustofa juga menyatakan akan membedah satu per satu unsur dalam pasal 233 KUHP dengan fakta-fakta di persidangan.
“Nanti akan terlihat jelas bila pasal itu kita sandingkan dengan fakta persidangan. Tunggu saja nanti nota pembelaan dari kami,” pungkasnya seraya menambahkan bahwa dirinya sejak awal melihat perkara ini sangat sepele.
Tidak seperti berita di media yang bombastis, yang seolah terdakwa adalah mafia pengatur skor. Karena memang tidak ada satupun fakta itu di persidangan.
Mustofa juga mengatakan bahwa perkara ini, sesuai fakta persidangan, sama sekali tidak terkait dengan perkara match fixing di sepakbola. Seperti yang sekarang disidangkan di PN Banjarnegara.
Sidang akan dilanjutkan Kamis (11/7/2019) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari terdakwa dan dari tim penasehat hukum.