Dua Kedzoliman Sepak Bola Indonesia Menurut Fakhri Husaini, Singgung Match Fixing & Pemain Titipan
Eks pelatih Timnas Indonesia U16 dan U19, Fakhri Husaini melontarkan sebuah pernyataan menohok perihal bobroknya kondisi persepakbolaan Indonesia.
Penulis: Dwi Setiawan
Editor: Gigih
TRIBUNNEWS.COM - Eks pelatih Timnas Indonesia U16 dan U19, Fakhri Husaini melontarkan sebuah pernyataan menohok perihal bobroknya kondisi persepakbolaan Indonesia.
Fakhri Husaini menilai ada dua kedzoliman besar yang terjadi di kancah olahraga sepak bola nasional.
Menurut pria kelahiran Lhokseumawe tersebut, kedzoliman pertama adalah match fixing alias kecurangan yang dilakukan dengan mengatur hasil sebuah pertandingan.
Dilanjutkan, kedzoliman kedua adalah memilih pemain berdasarkan titipan.
Dua hal tersebut diungkapkan oleh Fakrhi Husaini melalui laman resmi instagram pribadinya @coachfakhri.
Ada 2 kedzoliman di sepak bola:
1. Match Fixing, bertindak curang mengatur hasil pertandingan. Ini dzolim, karena menciderai nilai-nilai luhur olahraga, mengkhianati kesetiaan suporter.
2. Memilih pemain berdasarkan "titipan". Ini juga dzolim, karena pasti akan ada pemain yang layak dan pantas yang harus disingkirkan hanya untuk mengakomodir pemain titipan.
Ingatlah, bahwa tidak ada satu perbuatanpun yang tidak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Sepakbola, bisa menjadi penentu kita masuk ke surga atau neraka.
Demikianlah dua pernyataan Fakhri Husaini menilai dibalik bobroknya persepakbolaan nasional.
Bukan perkara baru memang dua hal tersebut sering disebut sebagai biang kerok dibalik keterpurukan sepak bola Indonesia di kancah internasional.
Sehingga hal tersebut berdampak pada prestasi kurang memuaskan yang didapatkan oleh klub asal Indonesia di kompetisi Asia salah satunya.
Selain itu, Timnas Indonesia juga terkena dampak paling besar terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam sepak bola nasional.
Seperti halnya masalah match fixing alias pengaturan skor yang disebut-sebut telah menggegoroti kompetisi sepak bola nasional sejak lama.
Match Fixing secara sederhana bisa diartikan sebuah pengaturan skor terhadap hasil pertandingan sebuah laga.
Alhasil skor pertandingan sebelum laga dimulai bisa saja sudah ditentukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Ada beberapa hal yang bisa jadi alasan mengapa match fixing itu bisa terjadi dalam olahraga sepak bola utamanya Indonesia.
Mulai dari alasan perjudian hingga keuntungan finansial entah berupa uang maupu barang mewah lainnya yang terkadang sebab oknum-oknum tertentu berani melakukan hal tersebut.
Bahkan oknum-oknum match fixing tidak sedikit yang melibatkan pihak-pihak yang justru menjadi pemangku kepentingan sepak bola itu sendiri.
Seperti halnya, Joko Driyono misalnya yang pernah jadi mantan waketum PSSI menjadi salah satu tersangka tindak pidana suap alias pengaturan skor (match fixing).
Sejak tahun lalu, pihak Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) bahkan sudah turut serta memberantas masalah Match Fixing itu sendiri.
Langkah konkret yang dilakukan oleh pihak kepolisian yakni dengan membentu Satgas Antimafia Bola.
Satgas Antimafia Bola yang menangani beberapa kasus match fixing terakhir dinamai sebagai Satgas Jilid Ketiga.
Satgas tersebut telah mulai bekerja mulai 1 Februari 2020 hingga tiga bulan ke depan.
Salah satu kasus terbaru match fixing yang tengah ditangani oleh Satgas Antimafia Bola Jilid 3 adalah memburu dua tersangka tidak pidana pengaturan skor yang melibatkan pertandingan Liga 3 antara Persikasi Bekasi dan Perses Sumedang.
Dilansir dari Kompas, polisi sendiri telah menangkap enam tersangka atas kasus tersebut.
Berkas perkara kasus tersebut telah dinyatakan lengkap atau P21 pada 16 Januari 2020.
Selanjutnya, para tersangka dan barang bukti diserahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumedang pada 19 Januari 2020.
"Memang masih ada dua DPO yang masih diburu (anggota Exco PSSI Jawa Barat)," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Rabu (5/2/2020).
Yusri mengungkapkan, sebanyak 13 Dirkrimum Polda di seluruh Indonesia akan berkumpul pada Jumat (7/2/2020) mendatang untuk membahas tugas Satgas Anti Mafia Bola jilid III.
"Ini komitmen dari Polri bahwa segala bentuk pengaturan skor maupun pengaturan-pengaturan lainnya, kita akan bersihkan dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab," ungkap Yusri.
Sementara itu, kasus pemain titipan juga santer dikabarkan menjadi salah satu hal yang cukup membuat gusar para bibit unggul pemain lokal Indonesia.
Adanya pemain titipan dianggap meresahkan karena bisa jadi pemain-pemain yang memiliki bakat hebat sering gagal lolos seleksi.
Hal ini dikarenakan ada pihak-pihak yang mencederai sportifitas tersebut dengan lebih memilih pemain-pemain yang menjadi titipan.
Pada akhirnya, harapan untuk menorehkan prestasi itu akan selalu ada jika semua pihak bergerak bersama untuk mewujudkan impian tersebut.
(Tribunnews/Dwi Setiawan) (Kompas/Rindi Nuris)