Ini Penyebab Fisioterapis Klub Indonesia Jarang Buka Praktik Sendiri di Luar
Lutfinanda Amary Septiandi, fisioterapis PSS Sleman, yang memiliki lisensi FIFA, mengatakan hampir 16 jam waktu yang digunakan oleh fisioterapis tim
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Reporter WARTAKOTALIVE.COM, Rafsanzani Simanjorang
TRIBUNNEWS.COM, SLEMAN - Seorang fisioterpis klub di Indonesia jarang membuka klinik praktik sendiri di luar karena tidak adanya waktu.
Hal ini disebabkan oleh minimnya jumlah fisioterapis di setiap klub yang rata-rata berkisar dua orang.
Tentu tak kebayang, bagaimana dua orang fisioterapis klub harus memperhatikan seluruh pemain di klubnya.
Lutfinanda Amary Septiandi, fisioterapis PSS Sleman, yang memiliki lisensi FIFA, mengatakan hampir 16 jam waktu yang digunakan oleh fisioterapis tim dalam melakukan persiapan di tim, sehingga tidak ada waktu untuk membuka praktik sendiri di luar.
"Idealnya dalam satu tim ada tujuh orang fisioterapis dengan satu orang sebagai kepala divisi. Itu yang sudah ada di Eropa. Namun di Indonesia belum mengikuti hal itu. Tak kebayang kan dengan sedikitnya fisioterapis harus melakukan pengecekan seluruh pemain. Mungkin terlihat santai kala saat pertandingan saja. Sisanya kami begitu sibuk," jelas Lutfi.
Ia menerangkan, ada pilihan lain bila ingin membuka usaha fisioterapi sendiri di luar dengan mempekerjakan orang lain. Namun hal itu tentu butuh pertimbangan lainnya.
Hanya saja, kondisi fisioterapis di setiap klub yang berkisar satu atau dua orang per klub, membuat fisioterapi membuka usaha klinik di luar kurang ideal.
"Kalau ada tujuh orang fisioterapi di satu klub kemungkinan besar bisa buka klinik di luar ya. Tapi ini kan terbatas, jadi fokus di klub saja dulu," tuturnya.