Akmal Marhali Beberkan Dugaan Penyebab Masuknya Bandar Judi Ilegal dari Luar ke Kompetisi Nasional
Lewat para bandar judi ilegal ini, praktik pengaturan skor di kompetisi sepakbola nasional mulai marak.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan wartawan Tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koordinator Save Our Soccer, Akmal Marhali menyebut Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) belum menemukan rumusan tepat untuk memutus rantai praktik pengaturan skor dan pengaturan pertandingan di kompetisi sepakbola nasional.
Menurut Akmal, praktik-praktik mafia bola serupa terus terjadi meski pucuk kepemimpinan PSSI telah berganti sebanyak lima kali.
"Praktik pengaturan skor ini dari lima ketua umum PSSI yang berbeda terus terjadi. Dari sejak Pak Nurdin Halid, Johar Arifin, La Nyala, Edi Rahmayadi sampai sekarang di era Pak Mochamad Iriawan yang merupakan mantan Kapolda Metro dan Kapolda Jabar, yang juga jenderal bintang tiga di kepolisian," kata Akmal kepada Tribunnews.com, Kamis (18/11/2021).
Baca juga: Praktik Curi Umur Hingga Main Dukun, Akmal Beberkan Potret Suramnya Pembinaan Sepakbola Tanah Air
"Artinya dari lima karakter ketua PSSI yang berbeda-beda ini, belum ditemukan rumusan kuat mengatasi masalah fundamental sepakbola kita soal pengaturan skor," imbuh dia.
Akmal menceritakan, praktik pengaturan pertandingan (match setting) telah terjadi sejak Liga Indonesia dimulai 1993-1994 silam.
Match setting adalah menentukan juara sebelum kompetisi dimulai.
Praktik ini cenderung berunsur politis dan selalu memakan biaya yang cukup besar, bahkan bisa mencapai miliaran.
Padahal, pendanaan klub sepakbola profesional dulu itu menggunakan dana dari Anggaran Pembangunan Daerah (APBD).
Baca juga: Akmal Marhali: Juara-Degradasi di Liga Sepakbola Nasional Sudah Ketahuan Sebelum Kompetisi Dimulai
"Dalam match setting itu ada biaya-biaya yang dikeluarkan. Dulu lebih banyak kepada unsur politis. Klub yang berasal dari daerah yang akan melakukan pemilihan kepala daerah, biasanya lebih gencar berambisi untuk jadi juara," kata Akmal.
"Akhirnya dana APBD dimaksimalkan untuk kebutuhan klub menuju juara yang diharapkan," sambung dia.
Namun pada tahun 2011, terbit Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2011.
Permendagri tersebut melarang klub profesional untuk menggunakan dana APBD, agar kompetisi sepakbola terhindar dari unsur politis.
"Dulu dana APBD jumlahnya belasan hingga puluhan miliar, habis," tutur Akmal.
Sejak Permendagri ini terbit, kata Akmal bandar-bandar judi ilegal dari luar negeri memperoleh ruang untuk mengusik ekosistem kompetisi sepakbola tanah air.
Lewat para bandar judi ilegal ini, praktik pengaturan skor di kompetisi sepakbola nasional mulai marak.
"Ketika kemudian hilang akal ketika 2011 APBD ditutup, masuklah kemudian bandar-bandar judi dari luar yang menurut saya difasilitasi oleh kita semua," kata Akmal.
"Tidak mungkin orang bisa masuk ke rumah kita kalau kita tidak buka pintu."
"Artinya ada pihak-pihak yang membukakan pintu untuk bandar judi ilegal dari luar negeri ini masuk," sambung dia.