Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Superskor

Ban Kapten Pelangi di Piala AFF, Awal Kampanye LGBT Lewat Sepakbola & Penolakan Timnas Indonesia

Akhir-akhir ini sepak bola eropa dan asia begitu aktif menyuarakan dan mendukung gerakan LGBT melalui berbagai gimmick.

Penulis: deivor ismanto
Editor: Dwi Setiawan
zoom-in Ban Kapten Pelangi di Piala AFF, Awal Kampanye LGBT Lewat Sepakbola & Penolakan Timnas Indonesia
JOHN SIBLEY / POOL / AFP
Pemain depan Inggris Harry Kane merayakan setelah mencetak gol kedua selama pertandingan sepak bola babak 16 besar UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Jerman di Stadion Wembley di London pada 29 Juni 2021. 

TRIBUNNEWS.COM - Gelaran Piala AFF 2020 mengundang kontroversi, Timnas Thailand yang bermain di laga pembuka melawan Timnas Timor Leste kedapatan memakai ban kapten pelangi.

Sang kapten tim, Teerasil Dangda memimpin rekan-rekannya di lapangan dengan memakai simbol LGBT itu tepat di bahu kirinya.

Kemudian di laga selanjutnya, dua tim lain di Piala AFF juga kedapatan memakai ban kapten pelangi, dua tim tersebut adalah Myanmar dan Kamboja.

Faktanya, dalam gelaran Piala AFF tahun ini memang difasilitasi untuk memakai ban kapten kontroversial tersebut.

Baca juga: Sorotan Piala AFF 2021: Baru Main Satu Laga, Rival Timnas Indonesia Sudah Kehabisan Bensin

Baca juga: Jadwal Lengkap Piala AFF 2021, Live RCTI dan iNews, Indonesia hadapi Malaysia dan Vietnam

Hal itu menjadi yang pertama kalinya dalam sejarah gelaran Piala AFF bahwa tim yang bermain di kompetisi dua tahunan tersebut memakai ban kapten pelangi di setiap laganya.

Tentunya hal itu menjadi pro dan kontra, Asia Tenggara adalah negara yang tak begitu aktif untuk bersuara tentang hal sensitif tersebut.

Dan benar saja, ada 6 tim yang secara terang-terangan menolak untuk memakai ban kapten pelangi di gelajaran Piala AFF tahun ini.

Berita Rekomendasi

Negara-negara tersebut adalah Timor Leste, Singapura, Malaysia, Laos, Vietnam, dan tentunya Indonesia.

LGBT adalah sebuah hal dan perilaku yang tak sejalan dengan norma dan budaya Indonesia selama ini.

Pihak PSSI pun menyatakan dengan tegas bahwa Timnas Indonesia tak akan memakai ban kapten pelangi hingga selesainya gelaran Piala AFF.

Iwan Bule di Kongres Biasa PSSI 2020
Iwan Bule di Kongres Biasa PSSI 2020 (Media PSSI)

“(Timnas Indonesia) tidak akan pakai. Saya telepon nanti ke Indra Sjafri. Kami putuskan tidak akan pakai dan akan hubungi ke sana," kata Iwan Bule kepada awak media.

"Kalau negara lain silakan, kan budayanya beda. Kami maunya biasa saja, ban kaptennya malah rencananya mau saya tambah Garuda,”  lanjutnya.

Berbanding terbalik dengan Indonesia, Thailand adalah sedikit dari Negara Asia Tenggara yang mendukung perilaku LGBT di dunia.

Bahkan, kabinet Thailand telah menyetujui adanya Rancangan Undang-Undang atau RUU yang secara hukum akan mengakui kemitraan sipil sesama jenis.

Dengan adanya RUU tersebut, Thailand berpotensi menjadi negara di Asia Tenggara yang pertama kali melegalkan pasangan sesama jenis bisa hidup bersama.

Dilansir dari berbagai sumber, adanya RUU tersebut tidak menyebutkan pelegalan adanya pernikahan sesama jenis.

Namun, RUU Kemitraan Sipil ini memberikan hak yang lebih besar kepada kaum LGBT untuk bisa hidup bersama.

Hal ini adalah langkah yang cukup besar bagi negara yang tergabung di wilayah timur, ditambah lagi Thailand adalah negara yang terbilang konservatif.

Isi dari RUU tersebut antara lain adalah pasangan sesama jenis diperbolehkan untuk mengadopsi anak, mengklaim hak waris, dan bersama mengelola aset.

Jadi, tidak heran jika Timnas Thailand akan menjadi tim yang paling sering kita saksikan memakai ban kapten pelangi di setiap pertandingannya pada gelaran Piala AFF tahun ini.

Lalu yang menjadi pertanyaan, mengapa gerakan LGBT begitu marak disuarakan melalui sepak bola?

Ya, akhir-akhir ini sepak bola eropa begitu aktif menyuarakan dan mendukung gerakan LGBT melalui berbagai gimmick.

Dari bendera corner, tampilan papan iklan, hingga ban kapten pelangi begitu sering kita lihat saat menyaksikan sepak bola eropa.

Khususnya Liga Inggris, kompetisi yang diakui sebagai Liga paling kompetitif di Dunia tersebut adalah sangat rajin untuk mengkampanyekan LGBT.

Di mulai dari tahun 2017 Liga Inggris mulai mengkampenyakan LGBT di setiap pertandingan, saat itu liga Inggris bekerja sama dengan organisasi dengan nama Stonewall.

Stonewall adalah organisasi yang aktif menyuarakan tentang hak-hak LGBT di penjuru dunia.

Mereka menginginkan adanya kesetaraan dan pengakuan terhadap para kaum LGBT yang seringkali dihina dan dipandang sebelah mata.

Dan Inggris yang menjadi salah satu negara eropa yang mengakui keberadaan LGBT, menjadi wadah bagi Stonewall untuk 'numpang' bersuara.

Lalu, sepakbola sebagai salah satu olahraga populer pun menjadi olahraga yang disorot oleh para penyuara LGBT.

Dilansir Britannica, sekitar 70% penonton sepakbola masih sering melakukan ujaran kebencian kepada kaum LGBT.

Para pemain yang memiliki orientasi seksual berbeda pun juga ikut menjadi korban dari perudungan penonton sepakbola baik di media sosial maupun lewat tribun stadion.

Contohnya adalah pemain Chelsea bernama, Le Saux, dirinya pernah merasakan diskriminasi oleh para penonton di tribun dan dituding sebagai penyuka sesama jenis.

Di akhir laga, dirinya pun tak mengakui tudingan tersebut, ia merasa kejadian yang dialaminya sangat tak adil.

Homoseksual atau bukan, tak sepantasnya para penonton sepakbola melakukan diskriminasi kepada dirinya, penonton sepakbila begitu sensitif dengan hal tersebut.

Mulai dari situ, para pemain sepakbola pun begitu menjaga privasi tentang orientasi sex mereka untuk menghindari perudungan dan diskriminasi.

Namun, baru-baru ini, adalah pemain sepakbola asal Australia bernama, Josh Cavallo.

Gelandang milik Adelaide United itu menjadi pemain A-League aktif pertama yang menyatakan dirinya seorang gay dan mengaku lelah menjali kehidupan penuh dengan pura-pura.

"Saya seorang pesepakbola dan saya seorang gay (penyuka sesama jenis),” tulis Josh Cavallo di akun twitter pribadinya pada (27/10/2021).

“Yang ingin saya lakukan hanyalah bermain sepakbola dan diperlakukan dengan sama seperti yang lain,” tegasnya.

Atas pengakuannya tersebut, pemain berusia 21 tahun itu pun mendapatkan dukungan dan pujian oleh barisan pesepakbola elite seperi Zlatan Ibrahimovic dan Antonio Griezmann.

Mereka memuji keberanian Cavallo yang tak malu dengan orientasi sexnya yang berbeda. 

Kini, kampanye tentang LGBT pun telah sampai di sepakbola Asia Tenggara, memang menjadi pro dan kontra.

Namun, sebagai sesama manusia, melakukan perudungan dan ujaran kebenciam terhadap manusia lain yang telah memilih jalannya adalah hal yang salah.

Setuju atau tidak setuju kita harus tetap menghormati keputusan orang lain khususnya dalam hal seksualitas.

(Tribunnews.com/Deivor)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Klub
D
M
S
K
GM
GK
-/+
P
1
Liverpool
13
11
1
1
26
8
18
34
2
Arsenal
13
7
4
2
26
14
12
25
2
Chelsea
13
7
4
2
26
14
12
25
4
Brighton
13
6
5
2
22
17
5
23
5
Man. City
13
7
2
4
22
19
3
23
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas