Jebakan Blue Ocean Gol Pertama
Dalam turnamen AFF 2020 yang sedang berlangsung di Singapura, membuktikan hal tersebut. Syaratnya, jangan sampai kemenangan Malaysia menjadi 2 - 0.
Editor: Daryono
Oleh Wina Armada Sukardi, analisis sepak bola
TRIBUNNEWS.COM - Dalam pertandingan sepak bola modern, “mental” bertanding menjadi salah satu faktor penting.
Bukan saja saat sebuah kesebelasan sedang tertinggal, tetapi juga justru ketika sedang unggul, khususnya manakala unggul dengan skor 1-0.
Dalam turnamen AFF 2020 yang sedang berlangsung di Singapura, membuktikan hal tersebut.
Keunggulan 1-0 jika tidak “dikendalikan” dengan baik, justru bakal menjadi bumerang dan sumber kekalahan.
Contohnya, waktu laga kesebelasan Malaysia versus Indonesia, 19 Desember, di babak penyisihan group.
Tim Harimau Malaya melesakkan gol cepat di menit 13 hasil tendangan Kogileswaran Raj.
Baca juga: Hasil Babak I Thailand vs Vietnam, Semifinal Piala AFF 2021, Gajah Perang Bermain Bertahan, Skor 0-0
Pada saat itu, bagi orang awam, mungkin dipandang awal kehebatan Malaysia dan awal kesulitan kesebelasan Indonesia.
Padahal sebaliknya, justru dengan adanya gol cepat ini, menjadi bumerang bagi Malaysia dan pembuka Indonesia bakal menang.
Syaratnya, jangan sampai kemenangan Malaysia menjadi 2 - 0.
Orang pada umumnya berpikir, manalah mungkin gol cepat lawan dapat jadi titik balik kesebelasan yang kebobolan. Tapi baik secara textbook maupun dalam kenyataan di lapangan, menunjukkan hal tersebut.
Dalam sebuah pertandingan yang menentukan dan menegangkan, mental pemain menjadi salah satu kunci utama, di samping strategi dan kemampuan skill individu.
Mental yang tetap waspada, ngotot, dan selalu menilai lawan merupakan kesebelasan yang bahaya, bakal membuat pemain senantiasa fokus, ngotot dan mengerahkan segala daya upaya yang mereka miliki, dan menjadi kunci untuk mengapai kemenangan.
Nah, di situlah Malaysia terjebak dengan gol cepatnya.
Setelah dengan cepat berhasil unggul lebih dahulu atas Indonesia, secara tidak sadar, langsung para pemain Malaysia masuk dalam zona nyaman.
Dalam istilah manajemen zone nyaman sering disebut “blue ocean” atau laut biru.
Kita paham laut biru merupakan pemandangan indah, menyenangkan, damai dan membuat orang santai serta cenderung terlena.
Motorola dan Black Berry, sebagai contoh, dulu merupakan produk telepon genggam (HP), hampir tanpa pesaing.
Itulah sebabnya, mereka berada di zone “blue ocean”sehingga tidak mengantisipasi para pesaingnya.
Tiba-tiba saja mereka baru sadar, ketika pesaingnya sudah berbuat banyak, lebih maju dan lebih kuat.
Walhasil Motorola dan Black Berry pun tergilas sampai akhirnya “menghilang.”
Begitu juga dalam sepak bola.
Keunggulan, terutama kala 1- 0, dapat membuat sebuah kesebelasan, masuk dalam “zone blue ocean”.
Dalam laga Indonesia vs Malaysia , para pemain Malaysia setelah unggul 1-0, merasa lebih mudah menaklukkan Indonesia.
Kewaspadaan mereka berkurang.
Kepercayaan diri mereka menjadi terlalu tinggi.
Over confident.
Saat itulah pemain Malaysia memandang Indonesia bukan lagi lawan seganas yang diperkirakan.
Mental mereka berubah.
Naluri untuk “membunuh” sudah berkurang.
Hasrat untuk bertarung sampai titik darah terakhir yang mungkin sebelumnya ada pada pemain Malaysia, sudah mulai luntur, terkikis.
Keunggulan 1-0, membuat para pemain Malaysia agak terlena.
Mereka mulai mengurangi naluri dan niat “berani mati” di lapangan.
Baca juga: Profil Faris Ramli, Pemain Singapura yang Disindir Asnawi setelah Gagal Penalti di Semi Final AFF
Mereka menjadi agak kendur, dan itu membuka ruang bagi kesebelasan Indonesia untuk memanfaatkan.
Sementara itu, dalam skor tertinggal 0 - 1, para pemain Indonesia justru seperti banteng terluka.
Lawan dirasakan semakin menjadi musuh berat, yang hanya dapat ditaklukkan dengan pengorbanan, konsentrasi dan daya juang tanpa mengenal lelah. “
Serahkan semua diri kalian di pertandingan,” kata pelatih Shin Tae Yung selalu kepada anak didiknya ketika berlatih.
Hasilnya, Indonesia tetap memliki naluri ingin bertarung sampai titik darah penghabisan, dapat menjaga kinerja yang stabil dan berhasil menekuk Malaysia dengan 4-1.
Situasi “menganggap enteng” lawan setelah unggul 1-0 lebih dahulu, pernah pula dialami oleh pemain Indonesia dalam tiga kali pertandingan di AFF 2020 ini.
Ketika kesebelasan Indonesia sudah unggul 1-0 lawan Singapura di leg pertama semifinal.
Setelah unggul 1-0, para pemain Indonesia merasa kemenangan sudah di depan mata.
Akibatnya mereka mengurangi filsafat sepak bola “harus fokus, awas dan tidak boleh kendor,” dan akibatnya harus dibayar mahal, Singapura dapat menyamakan kedudukan menjadi 1 - 1.
Terakhir hal serupa terulang lagi di leg kedua semi final masil lawan Singapura.
Keunggulan 1 - 0, membuat kesebelasan Indonesia tanpa sadar masuk ke zone nyaman.
Apalagi sewaktu salah satu pemain Singapura terkena kartu merah, para pemain Indonesia semakin masuk dalam zone blue ocean.
Mereka rada terbius, dan tidak siap sepenuhnya mengawal tendangan bebas pertama dari SingapurA di ujung babak pertama.
Sebelum pemain Indonesi waspada penuh, bola sudah menjebol gawang Indonesia.
Waktu para pemain Indonesia ada di zone blue ocean, tanpa ampun Singapura menghukum Indonesia dengan gol tendangan bebas itu.
Sebaliknnya pikiran yang jauh dari masuk zona nyaman diperlihatkan kesebelasan Indonesia manakala menghadapi kesebelasan Vietnam di penyisihan group.
Sepanjang pertandingan tim Indonesia menilai kesebelasan Vietnam adalah kesebelasan yang sangat berbahaya.
Makanya dari detik pertama sampai detik terakhir, para pemain selalu fokus, mengerahkan segenap tenaga dan daya juang, dan jauh dari pikiran zona nyaman.
Hasilnya meskipun digempur habis-habisan, kesebelasan Indonesia dapat bertahan dengan baik serta terhindar dari kebobolan.
Di final yang bakal digelar 29 Desember 2021 dan 1 Januari 2022, para pemain Indonesa sama sekali tidak boleh masuk masuk ke dalam zone nyaman semacam itu.
Kesebelasan Indonesia selama 90 menit harus tetap waspada, ngotot dan fokus. Harus senantiasa siap.
Jika pun lantas dapat unggul lebih dahulu 1-O, para pemain tidak boleh mengubah mentalnya dengan menilai lawan menjadi lebih lemah.
Apalagi jika dalam keadaan tertinggal.
Baca juga: Live Score Hasil Thailand vs Vietnam di Semifinal Piala AFF 2020, Penantang Indonesia di Final
Kapan pun, dalam keadaan bagaimana pun, lawan harus dipandang sebagai hantu yang setiap saat dapat berbuat menghancurkan Garuda Merah Putih.
Dengan kata lain, selama peluit tanda pertandingan terakhir belum berbunyi, selama itu pula kesadaran kesebelasan lawan masih berbahaya, harus tetap dipelihara.
Jangan sekali-kali masuk perangkap zona nyaman atau blue oceean. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.