Vennard Hutabarat Soroti Sitem Pengamanan Dan Sistem Tiket Di Kancah Sepabola Tanah Air
Legenda hidup futsal Indonesia, Vennard Hutabarat turut menyoroti kejadian yang kini dikenal dengan Tragedi Kanjuruhan.
Editor: Toni Bramantoro
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Alfarizy AF
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - mantan pesepakbola Indonesia yang pernah memperkuat Persija Jakarta era 90-an, Vennard Hutabarat turut menyoroti kejadian yang kini dikenal dengan Tragedi Kanjuruhan.
Peristiwa terjadi usai laga tuan rumah Arema FC kontra rival abadinya Persebaya Surabaya di pekan ke-11 lanjutan Liga 1 2022/2023 itu meninggalkan duka bagi dunia sepak bola di tanah air.
Meski melegenda sebagai pemain futsal nasional, Vennard Hutabarat atau yang dikenal dengan nama Veve itu sejatinya pernah mencicipi Kompetisi sepak bola Indonesia.
Ya, Veve tercatat pernah menjadi bagian dari tim Persija Jakarta saat tim berjuluk Macan Kemayoran itu bermain di Liga Kansas.
Terkait kejadian di Kanjuruhan, sebagai mantan pemain Veve pun membeberkan apa yang sebaiknya menjadi catatan evaluasi, termasuk sistem operasional prosedur (SOP) pengamanan yang berlaku.
"Faktor utamanya ada di prosedur pengamanan, tidak hanya di pertandingan itu (Arema FC vs Persebaya), tapi mungkin kemarin itu sudah akumulasi dari pertandingan lainnya, termasuk di Liga 2. Artinya apa, jangankan Liga 1, Liga 2 pun sama, semua SOP-nya itu tidak jelas," ujar Veve saat dihubungi, Jumat (7/10/2022).
"Jadi kalau dari sisi pemain agar merasakan kenyamanan saat bermain sepak bola, tentunya SOP dari segi pengamanan itu lah yang harus lebih diutamakan," lanjutnya.
Tak hanya itu, pria kelahiran 2 Mei 1974 itu juga menyoal tentang sistem tiket yang diterapkan saat laga tersebut, termasuk di pertandingan-pertandingan sepak bola lainnya di Indonesia.
Menurut Veve, selepas dati kejadian di Kanjuruhan, para Panpel pertandingan atau klub bisa mulai menerapkan sistem ticketing online.
Hal itu ia nilai bisa menjadi bagian dari evaluasi, mengingat sistem tiket yang diterapkan bisa berpengaruh bagi tim maupun penonton.
"Menurut saya itu (online) bagus, penonton hanya bisa beli maksimal dua (tiket), tidak bisa lebih, dan yang beli melalui online itu sudah harus terafiliasi dengan peduli lindungi," tutur Veve.
"Dengan cara-cara online itu bisa mencegah calo-calo yang memborong tiket dan akhirnya menjual tiket dengan harga tinggi saat di stadion," sambungnya.
Lebih lanjut, Veve pun berharap PSSI dan Panpel bisa menunjukkan sikap tegas jelang bergulirnya pertandingan yang berbau derbi atau rivalitas.
"Ya belajar dari kejadian kemarin, PSSI bersama Panpel bisa bertindak tegas jika ada pertandingan yang ada unsur rivalitas, lebih baik diadakan tanpa penonton," ujar Veve.
Terkait dengan Panpel yang berjaga di stadion, ia pun mengimbau untuk memperbaiki sistem buka tutup pintu stadion.
Menurut Vennard Hutabarat, hal itu menjadi poin penting dalam penyelenggaraan pertandingan, supaya jalur keluarnya penonton bisa berjalan dengan baik.
"Kesalahan utama dari kejadian kemarin itu ada di panpel, yang namanya jalur evakuasi atau jalur keluarnya penonton, setiap akhir pertandingan itu tidak ada yang dikunci, minimal 25-30 menit sebelum pertandingan berakhir itu pintu harus dibuka," tegas Veve.
"Untuk apa? jika penonton sudah kecewa dengan hasil atau penonon yang ingin memutuskan pulang lebih awal itu bisa berangsur-angsur bisa pulang lebih dahulu," lanjutnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.