Mantan Komite Etik FIFA Ini Prihatin Iwan Bule Mau Dijadikan Korban 'Tabrak Aturan'
Dali Tahir merasa prihatin dengan berbagai manuver yang dilakukan dalam upaya menggoyang posisi Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan dengan mempolitisasi
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Komite Etik FIFA, Dali Tahir merasa prihatin dengan berbagai manuver yang dilakukan dalam upaya menggoyang posisi Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan dengan mempolitisasi Tragedi Kanjuruhan untuk mendorong adanya Kongres Luar Biasa (KLB).
Padahal, Iwan Bule, panggilan akrabnya, sudah menunjukkan keberhasilan dalam menjalankan misinya dalam memimpin organisasi sepakbola Tanah Air dengan mengukir prestasi.
"Sebenarnya tidak ada alasan untuk menggiring PSSI untuk menggelar KLB. Karena, ukuran keberhasilan dalam olahraga itu prestasi dan itu telah dihasilkan PSSI di bawah kepemimpinan Iwan Bule. Makanya, saya prihatin dengan adanya manuver-manuver dari pihak di luar sepakbola untuk menggiring terjadinya KLB yang sebenarnya tidak sesuai dengan statuta FIFA. Kalau ini sampai terjadi boleh dibilang Iwan Bule itu jelas jadi korban 'tabrak aturan'," ungkap Dali Tahir, Senin (14/11/2022).
"Saya sih tidak alergi dengan KLB atau menggantikan posisi Iwan Bule sebagai Ketua Umum PSSI. Atau ada yang berambisi menggantikannya. Tapi, tunggulah saat kepengurusan berakhir atau dilakukan dengan mengikuti statuta yang ada," tambahnya.
Apa yang diungkapkan Dali Tahir itu cukup beralasan. Pasalnya, prestasi sepakbola Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan.
Di bawah kepemimpinan Iwan Bule, Timnas U 16 Indonesia mampu merebut gelar juara Piala AFF 2022, Timnas U 20 dan Timnas Senior mampu lolos ke Piala Asia 2023. Bahkan, Timnas Putri Indonesia melaju ke perempat final Piala Asia 2022 sebelum dikalahkan Jepang.
"Ini fakta yang tidak terbantahkan dan harus diakui, dimana belum pernah dicapai kepengurusan sebelumnya. Karena, tolok ukur keberhasilan dalam memimpin induk organisasi olahraga itu adalah prestasi. Soal tragedi Kanjuruhan itu kan musibah dan penyebab kematian suporter Arema itu jelas disebutkan gas air mata. Emangnya PSSI punya gas air mata," jelas Dali Tahir.
"Saya tidak menolak adanya transformasi sepakbola yang direkomendasikan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) pimpinan Menkopolhukam, Mahfud MD dalam upaya perbaikan pengelolaan kompetisi sepakbola Tanah Air. Apalagi, Indonesia telah ditunjuk FIFA menggelar Piala Dunia U 20 tahun 2023. Ayolah kita sama-sama bergandengan tangan demi nama baik bangsa dan negara," imbuh Dali Tahir.
Dali yang sukses menjadi Exco AFC setelah melahirkan statuta PSSI ini menjelaskan secara rinci adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi sejak terjadi Tragedi Kanjuruhan, salah satunya dengan menyebut kehadiran Presiden FIFA, Gianni Infantino di Indonesia yang menghadap Presiden Joko Widodo tanpa didampingi PSSI. Padahal, PSSI itu perpanjangan tangan dari FIFA yang bebas dari urusan politik, apalagi berbicara menyangkut pelaksanaan Piala Dunia U20 dimana itu menjadi ranah PSSI.
"Saya paham benar dengan statuta FIFA yang tidak diperkenankan terlibat dalam politik demi kepentingan individu. Contohnya, saat Presiden FIFA Sepp Blatter memberikan bantuan dana kepada korban tragedi Tsunami di Aceh tahun 2004. Saat itu, saya selaku Wakil Sekjen PSSI mendampingi Sepp Blatter dan memegang agendanya selama di Aceh. Dan, saya juga mendengar Sepp Blatter dengan hati-hati menolak tawaran Guberur Aceh untuk mendampinginya selama di Aceh. Takut apa yang dilakukannya dianggap untuk kepentingan pribadi," jelas Dali Tahir.
Yang lebih offside lagi, kata Dali Tahir, Direktur Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia, Burhanudin Muhtadi yang merilis survey dengan memunculkan delapan nama calon kandidat Ketua Umum PSSI baru yang di tingkat teratas menempatkan Menteri BUMN, Erick Thohir.
"Memang tidak ada larangan dan juga tidak ada salahnya lembaga survei melakukan pooling terhadap masyarakat. Tapi, yah yang disurvei itu harusnya dilakukan kepada pemilik klub dan Asprov-Asprov PSSI se-Indonesia. Jadi jelas subyektivitasnya karena mereka lah pemilik suara dan paling berhak untuk menggelar KLB dengan agenda utama menggantikan posisi Ketua Umum PSSI," urai Dali Tahir.
Lebih jauh, Dali Tahir juga mengungkapkan adanya kejanggalan dalam surat dari FIFA yang dikirimkan kepada PSSI pada Kamis (10/11/2022). Surat yang ditandatangani Chief Member Association Officer, Kenny Jean Marie itu menyatakan bahwa FIFA menginginkan Kongres Biasa untuk pemilihan Komite Pemilihan (KP) dan Komite Banding Pemilihan dilakukan pada 14 Januari 2023.
Selain itu, PSSI juga diminta menetapokan 16 Februari 2023 Kongres Luar Biasa untuk Pemilihan Eksekutif Komite (Ketua, Waketum, anggota Komite Eksekutif).
"PSSI mengirimkan surat permintaan KLB itu langsung ke Sekjen FIFA yang bermarkas di Zurich, eh kok malah Chief Member Association yang bermarkas di Paris yang bukan wewenangnya membalas surat PSSI tersebut. Harusnya Sekje PSSI, Yunus Nusi menanyakan kejelasan surat dari Chief Member Association itu dengan mengirimkan surat resmi ke Sekjen FIFA kembali. Ini suatu kejanggalan yang harus dicermati dan jangan langsung dijadikan bahan untuk memaksa KLB dengan melanggar statuta FIFA," tandas Dali Tahir.
"Perlu diketahui dari Kongres Biasa itu persiapan 3 bulan untuk menggelar KLB untuk pemilihan Ketua Umum, Waketum dan juga anggota Komite Eksekutif. Tidak seperti yang disebut dalam surat dari Chief Member Association itu," jelasnya lagi.
Dali juga mengingatkan soal KLB yang harus mendapatkan persetujuan dari Anggota Komite Eksekutif FIFA dan jangan sampai di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi dimana Indonesia terkena sanksi FIFA.
"Perlu dicatat juga bahwa menggelar KLB itu harus mendapat persetujuan dalam rapat 37 Anggota Komite Eksekutif FIFA termasuk Gianni Infantino. Dan, saya juga mengingatkan jangan sampai di era Presiden Jokowi tercatat PSSI dua kali terkena sanksi FIFA," katanya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.