Evaluasi Persib, Lini Pertahanan dan Duet Ciro-DDS Tidak Kompak, Masa Depan Luis Milla Abu-abu
Evaluasi Persib usai dikalahkan Persita 4-0 di Indomilk Arena (9/4). Eks Maung Bandung soroti lini pertahanan, lini serang serta masa depan Luis Milla
Penulis: Muhammad Nursina Rasyidin
Editor: Muhammad Nursina Rasyidin
TRIBUNNEWS.COM - Kekalahan telak 4-1 Persib Bandung dari Persita dalam lanjutan Liga 1 pekan 33 di Indomilk Arena (9/4) masih menyisakkan pertanyaan besar karena menjadi kekalahan terbesar Maung Bandung di bawah asuhan Luis Milla.
Pada laga tersebut, Persib lebih dominan menguasai bola dan jumlah passing antarpemain dibandingkan tim tuan rumah Persita Tangerang.
Tapi, David da Silva dan kolega kalah efektif, dalam melakukan serangan. Dari 12 upaya hanya satu yang menyasar ke gawang Adhitya Harlan, kiper Persita.
Sementara Persita menghasilkan 14 upaya tujuh di antaranya tepat sasaran dan berbuah 4 gol.
Baca juga: Luis Edmundo: Kunci Kemenangan Persita Tangerang Atas Persib Bandung Adalah Strategi
Pergerakan Irsyad Maulana, Ezequiel Vidal, dan Ramiro Fergonzi di sisi sayap benar-benar leluasa untuk mengeksploitasi pertahanan Persib.
Dengan begitu, tim asuhan Luis Duran nyaman untuk mengirimkan umpan lambung ke jantung pertahanan yang kerap merepotkan pemain Persib.
Hasil ini turut disoroti oleh mantan pemain Persib Bandung, Yudi Guntara.
Selain masalah di lini depan, Yudi menyoroti soal komunikasi dan chemistry antarpemain.
Satu hal yang tak luput dari pandangannya adalah lini depan yang tidak kompak.
"Berdasarkan catatan pengamatan saya, belum adanya komunikasi atau chemistry atau kekompakan tim, terutama du lini depan," ucap Yudi, dikutip dari Tribun Jabar.
"Lebih spesifik antara Ciro Alves dan David da Silva. Kedua pemain ini lebih dominan bermain individu atau masing-masing, bahkan hal itu sudah terlihat jelas sejak awal dimulainya kompetisi," sambungnya.
Pemain juga dengan mudah terpancing dengan kondisi permainan tim yang buruk karena tertinggal oleh tim tuan rumah.
"Dalam laga menghadapi Persita, kita benar-benar melihat bagaimana para pemain terpancing emosi oleh permainan lawan. Masalah berikutnya, yaitu tidak ada komunikasi, koordinasi dan kekompakan tim per lini," bebernya.
"Dan yang persoalan ketiga adalah karena adanya pemain yang emosi, maka pemain lain pun, seperti Nick Kuipers dan Daisuke Sato yang tidak terbiasa bermain emosional, akhirnya terbawa arus, dan merusak sistem permainan tim sendiri," jelasnya.