Simon Jordan: Reaksi Negatif Soal Liga Super Eropa Dari Penggemar Tidak Sepenuhnya Beralasan
Simon Jordan, mantan ketua Crystal Palace, memberikan pandangan alternatif terhadap berita kembalinya Liga Super Eropa
Penulis: Toni Bramantoro
TRIBUNNEWS.COM, LONDON - Simon Jordan, mantan ketua Crystal Palace, memberikan pandangan alternatif terhadap berita kembalinya Liga Super Eropa, menyatakan keyakinannya bahwa reaksi negatif dari penggemar tidak sepenuhnya beralasan.
Intervensi FIFA dan EUFA
Rencana awal untuk European Super League (ESL) yang dibatalkan pada bulan April 2021 mendapat sorotan kembali setelah Pengadilan Eropa memberikan keputusan mendukung ESL, menyatakan bahwa intervensi dari FIFA dan UEFA melanggar hukum kompetisi.
A22 Sports Management pun turut mengumumkan rencana proyek baru, mencakup turnamen putra 64 tim dalam tiga divisi dan turnamen wanita 32 tim dengan sistem promosi dan degradasi.
Meskipun rencana tersebut tidak disambut baik oleh sebagian besar penggemar, Simon Jordan mengekspresikan pandangan berbeda. Dalam wawancara dengan talkSPORT, Jordan menyatakan,
"Saya pikir sebagian besar orang dewasa di ruangan itu tahu bahwa ini akan menjadi hasil yang akan diterapkan kembali."
Menyoroti aspek hukum kompetisi dan monopoli, Jordan menyatakan bahwa tantangan hukum terhadap badan-badan pemerintahan yang memonopoli pendapatan sepak bola Eropa tidaklah baru.
Ia juga menegaskan bahwa kekhawatiran terhadap kurangnya meritokrasi adalah satu-satunya isu yang patut diperhatikan.
"Saya benar-benar tidak mengerti apa yang dimaksud dengan kehebohan tersebut. Setelah itu dihapus, di mana histerianya? Tidak ada yang tahu apa isi Liga Super Eropa ini," tambahnya.
Barcelona dan Real Madrid Dorong Kembalinya ESL
Meskipun sikap kontroversial Jordan, banyak netizen yang setuju dengan pendapatnya. Seorang pengguna media sosial menyebut FIFA dan UEFA korup, sementara yang lain menilai analisis Jordan sebagai yang bagus. Namun, ada juga yang tidak setuju dengan pandangan tersebut.
Meski banyak klub, termasuk Manchester United, yang awalnya menjadi anggota pendiri, menjauh dari rencana tersebut, Barcelona dan Real Madrid tetap menjadi pendorong kembalinya ESL.
FIFA dan UEFA menyatakan bahwa keputusan Pengadilan Eropa tidak mengubah arah mereka, sementara pemerintah Inggris berjanji untuk melarang klub Liga Premier yang terlibat dalam rencana tersebut.