Gadis-gadis di Kawasan Kumuh Mumbai Ini Sukses Kembangkan Aplikasi untuk Atasi Problem Sosial Warga
Gadis-gadis ini adalah bagian dari Dharavi Diary, sebuah proyek inovasi dari kawasan kumuh Naya Nagar, bagian dari Dharavi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, MUMBAI- Meski secara rutin dianggap sebagai salah satu daerah terkumuh terbesar di dunia, Dharavi di Mumbai, India telah menjadi rumah bagi beberapa inovasi selama dua tahun terakhir. Di tempat ini, para gadis telah mengembangkan aplikasi untuk memecahkan persoalan domestik termasuk seks dan pelecehan seksual.
Gadis-gadis ini, berusia antara 8-16 tahun, adalah bagian dari Dharavi Diary, sebuah proyek inovasi dari kawasan kumuh Naya Nagar, bagian dari Dharavi.
Program ini digagas oleh pembuat film Nawneet Ranjan sejak 2014. Menggunakan teknologi open source MIT App Inventor, para gadis ini membangun aplikasi untuk mengatasi persoalan-persoalan mereka.
Sayang, proyek ini mengalami kemunduran gara-gara kawasan ini dilalap api pada Januari tahun ini. Tak hanya rumah 50 keluarga, api juga membabat tablet dan komputer yang biasa digunakan oleh gadis-gadis itu. Ranjan, melalui kampanye yang ia galang, berharap persoalan ini segera teratasi.
Sampai saat ini, program ini memang banyak bergantung pada dana-dana swasta yang digalang oleh Ranjan dan teman-temannya.
Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat juga seperti United States Institute of Peach and Iridescent juga terlibat di dalamnya. Selain itu, para gadis itu terlibat dalam kompetisi internasional Technovatian 2014 untuk mendapatkan ponsel dan laptop.
Ranjan sendiri terlibat pertama kali dalam proyek ini saat membuat film dokumenter berjudul Dharavi Diary pada 2012.
Beberapa tahun kemudian, ia memutuskan pindah dari San Francisco, Amerika Serikat, ke Mumbai, India. Di sini ia mulai membuat sekolah film yang banyak melibatkan masyarakat. Sasarannya adalah para gadis lokal.
Video Nawneet Ranjan
Untuk menyukseskan proyeknya, Ranjan memanfaatkan teknologi open source MIT App Inventor, video tutorial online, film dokumenter, dan presentasi untuk mengajari gadis-gadis itu coding.
“Banyak anak perempuan yang tak mendapatkan kesempatan menggunakan komputer dan laptop,” ujar Anjan seperti dilansir dari Mashable.
Anjan menunjukkan kepada gadis-gadis itu bagaimana teknologi bisa digunakan untuk memecahkan masalah dan meningkatkan kesempatan kerja bagi mereka.
Dia juga terus mendorong bahwa gadis-gadis itu bisa belajar menggunakannya secara mandiri.
Salah satu aplikasi yang gadis-gadis itu kembangkan Women Fight Back yang fokus pada keselamatan perempuan dan memiliki fitur pesan getar, pemetaan lokasi, alarm marabahaya, dan panggilan darurat ke kontak.
Ada juga aplikasi Padhai yang fokus pada pendidikan sehingga gadis-gadis—yang kebanyakan tidak memiliki akses ke pendidikan formal—bisa belajar matematika, sains, humaniora, dan bahasa Inggris.
Sumber: Mashable