Kena Pajak, Tarif Uber dan GrabCar Tidak Murah Lagi
Kementerian Perhubungan memastikan angkutan umum berbasis aplikasi online non trayek tarifnya akan menjadi mahal ke depannya
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan memastikan angkutan umum berbasis aplikasi online non trayek tarifnya akan menjadi mahal ke depannya.
Pasalnya Uber dan GrabCar akan dikenai minimal pajak penghasilan 10 persen dan pajak lainnya.
"Kalau kena pajak, pasti tarifnya (Uber dan GrabCar) tidak akan murah lagi," ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Pudji Hartanto di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Jumat (22/4/2016).
Pudji memaparkan selain pajak, Kementerian Perhubungan juga akan membatasi tarif batas bawah untuk Uber dan GrabCar.
Hal itu membuat kedua angkutan umum berbasis aplikasi online tidak bisa sembarangan membuat tarif menjadi sangat murah.
"Jadi nggak bisa lagi tarifnya di bawah, bawah banget kaya sekarang. Karena nggak ada batasannya," kata Pudji.
Dalam pelaksanaannya, Kementerian Perhubungan akan menentukan tarif Uber dan GrabCar berdasarkan jarak tempuh.
Untuk itu Kementerian Perhubungan akan melakukan kesepakatan dengan kedua perusahaan angkutan umum berbasis online tersebut.
"Peran pemerintah aturannya untuk mengeluarkan batasan tarif itu. Karena sekarang tidak ada semacam kepastian jarak tempuh, tarif atas tarif bawah," papar Pudji.