Empat Mahasiswa Hanya Butuh 36 Jam Atasi Kabar Hoax di Facebook
Proyek itu hendak memerangi berita hoax di Facebook dan menjunjung tinggi prinsip akurasi berita.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA— Kritik tajam mengarah ke Facebook karena aliran berita pada News Feed-nya dianggap turut menyebar hoax.
Puncaknya ialah ketika salah satu berita di Facebook yang jadi viral dianggap menguntungkan Donald Trump hingga berhasil memenangi Pemilihan Presiden AS 2016.
Menanggapi hal ini, CEO Facebook Mark Zuckerberg mengklaim cuma satu persen berita hoax yang tercantum di layanan media sosialnya. Ia berjanji akan memperbaiki performa News Feed secara bertahap.
Sebenarnya, sesusah apa memberantas berita hoax tersebut?
Agaknya empat mahasiswa yang mengikuti program hackaton di Princeton University, AS, menganggapnya relatif mudah. Mereka cuma butuh waktu 36 jam untuk menggodok sebuah proyek bernama "FiB: stop living a lie".
Proyek itu hendak memerangi berita hoax di Facebook dan menjunjung tinggi prinsip akurasi berita.
"Proyek ini mengklasifikasikan berita, baik berupa screenshot, konten visual, maupun tautan ke situs online. Kami menggunakan artificial intelligence (AI) untuk mengelompokkan berita terverifikasi dan non-verifikasi," kata Nabanita De, mahasiswa tahun kedua di jurusan Ilmu Komputer University of Massachusetts Amherst. Dia adalah satu dari empat anggota tim proyek FiB.
Cara kerja FiB
Tiap ada tautan berita, kata De, FiB bakal memperhitungkan reputasi situs.
Kerentanan terhadap malware pun disortir dengan memanfaatkan informasi yang terpatri pada mesin pencari Google atau Bing. Jika tautan itu lolos uji reputasi, barulah berita bisa disebut terverifikasi.
Sementara itu, untuk gambar seperti screenshot, FiB bakal mengonversi konten ke format teks.
FiB menggunakan nama pengguna yang di-mention pada screenchot kicauan untuk melihat semua kicauan pengguna itu.
Hal ini untuk mengecek apakah screenshot tersebut asli atau hasil modifikasi.
Ujung-ujungnya, ekstensi FiB pada peramban akan menambahkan tag kecil pada tiap berita dengan julukan terverifikasi (verified) atau non-verifikasi (not verified). Embel-embel itu bisa membantu pembaca untuk menentukan berita mana yang harus dipercaya.