Kantor Twitter Didemo karena Gagal "Bungkam" Donald Trump
Mereka berunjuk rasa meminta Twitter mengusir Presiden AS, Donald Trump, dari platform mikroblog berlogo burung.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM - Massa yang terdiri dari puluhan orang berkumpul di depan kantor pusat Twitter di San Francisco, AS, pada Kamis (26/1/2017) sore waktu setempat.
Mereka berunjuk rasa meminta Twitter mengusir Presiden AS, Donald Trump, dari platform mikroblog berlogo burung.
"Tegakkan kebijakan Anda, larang Donald Trump," para pengunjuk rasa berkoar, sebagaimana dihimpun KompasTekno, Jumat (27/1/2017), dari BusinessInsider.
Pengunjuk rasa juga mengatakan berulang-ulang bahwa mereka membutuhkan seorang pemimpin negara, bukan pengguna Twitter yang menyeramkan. Ada pula proyektor yang mereka bawa dan tancapkan ke dinding kantor Twitter.
Tulisan yang dipancarkan proyektor itu mengindikasikan bahwa Trump tak beda dengan Adolf Hitler, yakni pemimpin Partai Buruh di Jerman pada era 1900-an. Hitler dikenal sebagai sosok yang keras dan otoriter.
Kenapa Twitter?
Diketahui, Trump selama ini paling aktif menggunakan Twitter sebagai medium untuk menyuarakan opininya.
Beberapa kali kicauannya dianggap bermuatan rasialisme, propaganda, dan melecehkan jender tertentu. Tak jarang, Trump juga menyerang musuh-musuhnya secara personal via Twitter.
Para pengunjuk rasa menganggap Twitter sebagai corong Trump dan tak berbuat apa-apa ketika Presiden ke-45 AS itu melontarkan kalimat-kalimat tak pantas.
"Twitter mengizinkan dirinya untuk jadi penyambung lidah fasisme dan jadi mesin propaganda terbesar di dunia," begitu tertera pada umbul-umbul yang dibawa para pengunjuk rasa.
Twitter belum memberikan tanggapan atas demonstrasi massa yang terjadi di depan kantornya.
Sebelumnya, Twitter pernah sesumbar bakal mengunci akses Trump ke akun personal @realDonaldTrump jika pengusaha tersebut terbukti menebar kebencian via Twitter.
Namun, hingga kini, Trump masih bebas mengakses akun Twitter-nya.
Selain kantor Twitter, kantor Uber di San Francisco juga sempat disambangi pengunjuk rasa. Mereka kecewa dengan keterlibatan CEO Uber, Travis Kalanick, dalam tim penasihat ekonomi Trump.
(Fatimah Kartini Bohang/kompas.com)