Sejak Peristiwa Bom Bali, Industri Sistem Keamanan Tumbuh Subur di Indonesia
Sebelum peristiwa Bom Bali, sistem keamanan di banyak perusahaan umumnya hanya mengandalkan tenaga satuan keamanan (Satpam).
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri sistem keamanan di Indonesia boleh dibilang relatif baru. Layanan sistem keamanan mulai terasa sangat dibutuhkan perannya sekitar 15 tahun terakhir, setelah terjadinya peristiwa serangan Bom Bali.
Serangan Bom Bali I terjadi tahun 2002, disusul serangan Bom Bali II pada tahun 2005. Setelah peristiwa serangan teroris tersebut, kehadiran industri ini tumbuh marak di Indonseia.
Sebelum peristiwa Bom Bali, sistem keamanan di banyak perusahaan umumnya hanya mengandalkan tenaga satuan keamanan (Satpam).
Setelahnya, penggunaan kamera pengintai atau CCTV meningkat pesat. Penggunaan CCTV makin pesat lagi pada saat tumbuhnya teknologi Internet.
Para pengguna kini dapat mengakses perangkat CCTV melalui ponsel.
Baca: Marak Pembobolan Sistem Keamanan di Perusahaan dan Instansi, Aiskindo Gelar Gathering di Medan
“Kami sadar betapa pentingnya sistem keamanan ini untuk membantu membangun Indonesia yang aman. Kami ingin mengedukasi masyarakat bahwa tugas mengamankan lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita bersama. Misal memasang kamera di depan rumah. Hampir semua tingkatan criminal akhirnya terungkap dari security sistem ini,” kata Darwin Lestari Tan, Dewan Penasihat Asosiasi Industri Sistem Keamanan Indonesia (Aiskindo) dalam keterangan persnya, Jumat (17/3/2017).
Aiskindo adalah asosiasi baru yang kehadirannya baru digaungkan pada 26 Agustus 2016 dan diresmikan sebagai sebuah asosiasi pada 28 Desember 2016 di Jakarta dan kini memiliki sekitar 300 member terdiri dari perusahaan dan perorangan.
Kehadiran asosiasi ini diharapkan bisa membantu mensosialisasikan kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan sistem keamanan.
Stefanus Ronald Juanto, Ketua Umum Aiskindo mengatakan, untuk memperluas edukasi tentang sistem keamanan ini, pihaknya akan melakukan penetrasi ke kalangan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), untuk memberikan pelatihan.
"Tenaga kerja yang spesifik membidangi sistem keamanan ini masih minim. Begitu mereka lulus sekolah langsung terserap di industri sistem keamanan ini," ungkapnya.
Ditegaskan, tenaga di bidang security sistem di Indonesia masih minim jumlahnya. Hal ini terjadi karena security sistem belum diakui sebagai bidang keilmuan di Indonesia.
Kondisi itu bertolak belakang dengan fakta di Inggris dan Australia. Di sana jurusan baru khusus security sistem di luar jurusan teknik sipil sudah diajarkan.
"Di Indonesia belum ada tenaga khusus di bidang ini yang siap pakai. Sekarang industry security sistem ini bertumbuh, tapi human resource yang capable belum banyak," jelas Stefanus Ronald Juanto.