Persaingan Usaha yang Sehat akan Timbul Pasca Registrasi Prabayar
Hingga saat ini sudah ada 328 juta kartu prabayar yang teregistrasi dengan menggunakan kartu kependudukan yang benar.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) terus melakukan pembersihan no prabayar yang diregistrasi dengan menggunakan data kependudukan yang sebenarnya.
Hingga saat ini sudah ada 328 juta kartu prabayar yang teregistrasi dengan menggunakan kartu kependudukan yang benar.
Victoria Venny analis saham PT MNC Securities menilai proses registrasi SIM Card kartu prabayar yang saat ini tengah berlangsung berpotensi menciptakan persaingan usaha yang lebih sehat. Baik itu bagi operator maupun konsumen.
Dengan adanya registrasi prabayar para operator telekomunikasi dapat menghemat dana alokasi pembelanjaan kartu SIM Card yang selama ini terbilang besar. Penghematan tersebut dapat dialokasikan kepada peningkatan layanan kepada konsumennya.
“Kami melihat dampak regulasi ini akan menjadi peluang yang baik untuk operator maupun konsumen untuk memilih layanan sesuai kebutuhannya. Yang pada akhirnya akan menciptakan industri yang lebih efisien dan sehat. Registrasi prabayar juga akan berpotensi menghemat Rp2-2,5 triliun. Dana penghematan tersebut dapat dialokasikan untuk penggembangan jaringan telekomunikasi,”terang Venny.
Sementara itu Andri Ngaserin, Head of Research PT Bahana Sekuritas menilai registrasi prabayar yang dilakukan oleh pemerintah dapat membuat industri telekomunikasi menjadi lebih sehat.
Dengan registrasi prabayar ini efektif meminimalkan kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap melakukan gonta-ganti kartu prabayarnya.
“Dengan adanya registrasi prabayar jumlah pelanggan dapat dilihat secara jelas sehingga investasi yang digelontorkan oleh perusahaan telekomunikasi akan jauh lebih tetap sasaran. Selain itu registrasi prabayar ini dapat menguragi churn pelanggan sehingga memberikan potensi perbaikan ARPU industri telekomunikasi. Sehingga industri telekomunikasi menjadi lebih sehat,”papar Andri.
Pengamat saham PT Bahana Sekuritas ini menilai saat ini ARPU industri telekomunikasi di Indonesia terbilang rendah dan tidak sehat. Bahkan terendah kedua setelah India.
Dari kalkulasi yang dimiliki Andri idealnya ARPU industri telekomunikasi di Indonesia di atas Rp 40 ribu. Dengan ARPU yang ideal perusahan telekomunikasi memiliki kemampuan untuk menggembangkan layanannya dan mempertahankan kualitas jaringannya.
“Jika ARPU perusahaan telekomunikasi hanya Rp 20 ribu, maka operator akan mengalami kesulitan dalam mempertahankan kualitas jaringan dan melakukan penggembangan teknologi. ARPU yang saat ini berlaku itu tidak real. Harusnya saat ini industri telekomunikasi fight-nya di reload bukan lagi di starterpack,”tutur Andri.
Dari catatan yang dimiliki oleh Bahana Sekuritas, ARPU emiten telekomunikasi yang paling rendah dipegang oleh Indosat yang hanya Rp 20.300 (blended). Sedangkan ARPU XL mencapai Rp 36.000. Sementara ARPU Telkomsel saat ini Rp 42.000.