Duh, Adik Kelas Pelaku Bom di Surabaya Ungkap, Bibit Radikal Dita Supriyanto Tertanam Sejak SMA
- Satu demi satu fakta Dita Supriyanto, pelaku bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018), terungkap.
Penulis: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM - Satu demi satu fakta Dita Supriyanto, pelaku bom bunuh diri yang menyerang tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018), terungkap.
Tak sendiri, aksi tersebut juga dilakukan Dita dengan istri dan empat anaknya. Mereka adalah Puji Kuswati (43) istri Dita, dan empat anak mereka yakni Yusuf Fadhil (18), Firman Halim (16), Fadhila Sari (12) serta Famela Rizqita (9).
Dita dan keluarga tinggal di kawasan Wonorejo, Rungkut, Surabaya.
Terkait sosok Dita, seorang netizen dengan akun Facebook, Ahmad Faiz Zainuddin, mengungkap siapa Dita Supriyanto.
Ahmad Faiz Zainuddin yang mengaku sebagai adik kelas Dita semasa sekolah SMA. Menurut kesaksianya, bibit radikalisme sudah tersemai sejak 30 tahun lalu.
Berikut kesaksian lengkap Zainuddin yang ditulis di akun facebooknya:
"Dari Islam Muram dan Seram, Menuju Islam Cinta nan Ramah
Dita Soepriarto adalah Kakak kelas saya di SMA 5 Surabaya Lulusan ‘91. Dia bersama-sama istri dan 4 orang anaknya berbagi tugas meledakkan diri di 3 gereja di surabaya.
Keluarga yg nampak baik2 dan normal seperti keluarga muslim yg lain, seperti juga keluarga saya dan anda ini ternyata dibenaknya telah tertanam paham radikal ekstrim.
Dan akhirnya kekhawatiran saya sejak 25 tahun lalu benar2 terjadi saat ini.
Saat saya SMA dulu, saya suka belajar dari satu pengajian ke pengajian, mencoba menyelami pemikiran dan suasana batin dari satu kelompok aktivis islam ke kelompok aktivis islam yg lain.
Beberapa menentramkan saya, seperti pengajian “Cinta dan Tauhid” Alhikam, beberapa menggerakkan rasa kepedulian sosial seperti pengajian Padhang Mbulan Cak Nun. Yg lain menambah wawasan saya tentang warna warni pola pemahaman Islam dan pergerakannya.
Diantaranya ada juga pengajian yg isinya menyemai benih2 ekstrimisme radikalisme. Acara rihlah (rekreasinya) saja ada simulasi game perang2an. Acara renungan malamnya diisi indoktrinasi islam garis keras.
Pernah di satu pengajian saat saya kuliah di UNAIR, saya harus ditutup matanya untuk menuju lokasi.