Teroris Aman Mengkoordinasikan Aksi Serangan dengan Aplikasi, Ternyata Begini Cara Kerjanya
Privasi merupakan hal yang paling penting ketimbang ketakutan kita akan hal buruk yang bisa saja terjadi, seperti terorisme
Editor: Sugiyarto
Keunikan Telegram dalam hal privasi dan sekuriti membuatnya berhasil meraup hingga 100 juta pengguna pada 2016.
Namun, Jade Parker, peneliti senior dari grup riset TAPSTRI yang berfokus pada penggunaan internet para teroris, mengungkapkan bahwa kemampuan enkripsi Telegram bukanlah satu-satunya faktor yang membuat teroris tertarik menggunakan Telegram.
Enkripsi juga telah diterapkan media komunikasi lain seperti WhatsApp, namun Telegram masih berada selangkah di depan karena menyediakan berbagai fasilitas lain untuk memudahkan komunikasi, baik yang bersifat rahasia ataupun terbuka, dari individu ke individu ataupun menarget kalangan yang lebih luas.
Channels di Telegram misalnya, bersifat terbuka untuk publik dan bebas diikuti oleh pengguna lain (follower).
Karena itu pula, channels sering digunakan oleh teroris sebagai sarana untuk menyebar propaganda, dengan cara broadcast konten.
Ada juga fasilitas groups, private message, dan Secret Chat.
Fitur Secret Chat bisa terbilang istimewa karena menerapkan enkripsi client-to-client.
Semua pesan yang terkirim dienkripsi dengan protokol MTProto.
Berbeda dari pesan biasa di Telegram yang bisa diakses dari berbagai perangkat karena berbasis cloud, pesan Secret Chat hanya bisa diakses melalui dua perangkat, yakni perangkat pengirim yang menginisiasi percakapan dan perangkat penerima.
Isi percakapan bisa dihapus kapan pun, atau diatur agar terhapus secara otomatis.
Kombinasi beberapa fasilitas yang berbeda ini, menurut Parker, memudahkan grup teroris seperti ISIS dalam memakai Telegram sebagai “pusat komando dan kendali”.
Seorang teroris, misalnya, bisa memperoleh video sebuah serangan teror lewat Secret Chat, lalu menyebarkannya ke follower di Channel sebagai propaganda.
Seorang teroris, misalnya, bisa memperoleh video sebuah serangan teror lewat Secret Chat, lalu menyebarkannya ke follower di Channel sebagai propaganda.
“Mereka berkumpul di Telegram, lalu pergi ke platform lain yang berbeda-beda. Informasinya dimulai di Telegram, lalu menyebar ke Twitter dan Facebook,” ujar Parker, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Vox.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.