Lampu Bekas, Bahaya Merkuri yang Terlupakan
Secara kumulatif, limbah LHE terbuang hingga tahun 2030 diperkirakan sekitar 9.068 juta unit dan limbah merkuri yang menyertainya sekitar 45 ton.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM - Siapa yang tahan hidup tanpa penerangan atau lampu? Hampir dapat dipastikan, banyak yang menjawab tidak bisa.
Ya, dalam kehidupan sekarang ini kita hampir tidak bisa lepas dari penerangan.
Sudah seperti layaknya kebutuhan ‘pokok’ saja. Tapi sudah kah Anda memilih lampu yang mendukung konsep Go Green?
Sampai saat ini ada tiga teknologi lampu yang beredar. Pertama, lampu pijar, contohnya seperti lampu bohlam atau bolep.
Kedua, lampu pendar yaitu lampu yang berbentuk tabung panjang atau biasa disebut lampu TL (tubular lamp) atau lampu neon.
Selain itu ada juga bentuk lain yang berukuran lebih kecil dengan tabung ditekuk menyerupai spiral, yang dikenal dengan sebutan lampu hemat energi (LHE).
Lampu pendar memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat menghemat pemakaian aliran listrik dan otomatis juga menghemat biaya rekening PLN.
Umur lampu juga lebih panjang dibandingkan lampu pijar serta diharapkan dapat menghambat pemanasan global. Namun, ternyata lampu pendar ini mempunyai dampak atau efek samping yang berbahaya.
Bayangkan saja, di dalam setiap lampu pendar terdapat 5 milligram merkuri, yang berbentuk uap atau bubuk.
Padahal, bahan kimia ini sangat berbahaya karena beberapa milligram saja sudah bisa meracuni metabolisme tubuh manusia.
Merkuri dapat berdampak buruk pada pada anak-anak, yaitu menurunkan IQ dan penurunan IQ ini tentu saja sangat berdampak sampai usia lanjut.
Pasalnya, uap raksa ini adalah neurotoksin, racun yang sangat berbahaya dan berakibat fatal pada otak dan ginjal.
Jika terakumulasi dalam tubuh dapat merusak sistem syaraf, janin dalam kandungan, dan jaringan tubuh.
Itulah alasan diciptakannya lampu jenis ketiga, yaitu Light Emitting Diode (LED).