Indeks Literasi Syariah Masih Rendah, Wapres Ma'ruf Amin Minta LinkAja Maksimalkan Peran
Indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia saat ini masih cukup rendah jika dibandingkan dengan indeks ekonomi keuangan konvensional.
Penulis: Reza Deni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan, indeks literasi ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia saat ini masih cukup rendah jika dibandingkan dengan indeks ekonomi dan keuangan konvensional.
"Menurut Bank Indonesia, indeks literasi syariah di Indonesia baru mencapai 16,3 %, sedikit sekali. Oleh karena itu, hadirnya LinkAja syariah ini diharapkan menjadi suatu bagian dari upaya peningkatan angka literasi tersebut," ungkap Wakil Presiden (Wapres) K.H. Ma'ruf Amin saat menerima audiensi secara virtual Komisaris Utama PT Fintek Karya Nusantara/LinkAja beserta jajarannya di kediaman resmi Wapres, Jakarta, dalam keterangan Setwapres yang diterima Tribunnews, Selasa (11/8/2020).
Kehadiran sistem pembayaran digital yang berbasis syariah, menurut Ma'ruf, diharapkan dapat mendorong percepatan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah khususnya terkait literasi ekonomi syariah.
Baca: Wamen BUMN Dorong LinkAja Salurkan Kredit ke UMKM Tahun Depan
"Selain potensi market (pasar) yang cukup besar, dengan meningkatnya literasi syariah, juga diharapkan menarik minat masyarakat untuk pemanfaatan ekonomi syariah yang lebih besar lagi," ujarnya.
Dengan demikian, Wapres meyakini, hal tersebut akan ikut mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional yang menurun akibat pandemi Covid-19.
Baca: Pemerintah Kembangkan Ekosistem Ekonomi Syariah Berbasis Pondok Pesantren
"Ini selanjutnya kita harapkan akan ikut mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional yang saat ini sedang menurun dikarenakan penyebaran wabah Covid-19. Seperti diketahui bahwa ekonomi kita di kuartal kedua ini terkontraksi -5,32 %," lanjutnya.
Wapres ingin agar LinkAja untuk aktif berkolaborasi dengan berbagai kementerian/lembaga yang memiliki struktur yang mengurusi urusan syariah seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, dan lainnya.
"Jadi dengan demikian, maka ekosistem ini nanti kita bangun di pemerintah maupun juga swasta, para dunia usaha, dan BUMN," harapnya.
Sementara itu, Komisaris Utama PT Fintek Karya Nusantara/LinkAja Heri Supriadi melaporkan bahwa LinkAja aktif berpartisipasi dalam upaya mengembangkan ekosistem syariah di Indonesia.
"Alhamdulillah dalam pertemuan ini, kami sampaikan pula bahwa LinkAja sebagai salah satu uang elektronik di Indonesia, turut ambil bagian dalam mengembangkan ekosistem syariah dengan mengeluarkan fitur Layanan Syariah LinkAja untuk memfasilitasi umat muslim Indonesia agar dapat bertransaksi dengan alat pembayaran digital yang memenuhi aspek kepatuhan syariah atau syariah compliance," paparnya.
Meskipun baru diperkenalkan ke publik pada tanggal 14 April 2020, menurut Heri, perkembangan Layanan Syariah LinkAja cukup pesat dengan jumlah pengguna saat ini telah mencapai lebih dari 140 ribu peserta.
Adapun jenis ekosistem syariah yang telah berkolaborasi dengan Layanan Syariah LinkAja, Chief Executive Officer LinkAja Haryati Lawidjaja mengungkapkan, mulai dari institusi pendidikan dan pesantren hingga berbagai merchant (penyedia) halal baik online maupun offline.
"Per akhir Juli 2020, kami sudah bekerja sama dengan institusi pendidikan dan pesantren untuk bisa menggunakan LinkAja Syariah sebagai pembayarannya, kemudian juga donasi seperti contohnya dengan Dompet Dhuafa," katanya.
"Kemudian dengan pemda-pemda syariah, juga untuk qurban dengan online merchant halal, offline merchant halal, kemudian Islamic finance, untuk zakat bekerja sama dengan lebih dari seribu masjid, dan juga untuk wakaf," pungkas Heri.