Produk Impor Tersendat, UMKM Malang: Ini Saatnya Produk Lokal Jadi Juara
Di Fabrizzio Store, ia telah bekerja sama dengan tujuh pengrajin kulit lokal untuk menciptakan produk‐produk unggulannya.
TRIBUNNEWS.COM ‐ Pandemi Covid‐19 menjelma layaknya badai krisis bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) lokal. Namun, tak sedikit pelaku UMKM lokal yang berusaha bangkit dengan memanfaatkan momentum digitalisasi.
Memaksimalkan teknologi digital tampaknya bukan lagi pilihan, tetapi kebutuhan. Mengutip Kompas, Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM mengimbau bahwa UMKM harus terhubung ke ekosistem digital sebagai kunci bertahan di tengah pandemi. Ditambah lagi, Otoritas Jasa Keuangan menyebutkan kenaikan aktivitas belanja daring meningkat hingga 400 persen.
Kedua hal di atas, ditambah dengan pembatasan impor produk konsumsi oleh Kementerian Perdagangan, adalah momen yang bisa dimanfaatkan pelaku UMKM lokal untuk merebut panggung persaingan pasar. Setidaknya, momen inilah yang dimanfaatkan oleh Fabrizzio Store.
Fabrizzio Store adalah unit UMKM yang menjual produk kulit asli non sintetis asli Malang, Jawa Timur, seperti dompet, tas, pouch, hingga sarung ponsel. Pada Jumat (4/12/2020), Tribunnews berkesempatan berbincang dengan Derit, pendiri Fabrizzio Store yang menceritakan upayanya ‘berdamai’ dengan pagebluk.
Berdiri pada 2016, Fabrizzio Store adalah satu dari sekian UMKM yang mendulang untung besar saat pandemi. Mengandalkan sepenuhnya platform marketplace untuk berjualan, Derit mengaku meraup kenaikan omzet dari 50 hingga 100 persen dalam 9 bulan terakhir. Peningkatan ini ia maknai sebagai kebangkitan produk lokal di tengah pandemi.
“Dengan adanya pembatasan produk impor, kalau saya lihat, produk lokal itu nggak kalah bagus, bisa jadi barang substitusi yang nggak kalah dengan produk luar. Testimoni di marketplace juga banyak yang mengatakan produk kami bagus, jadi kami bisa simpulkan kalau produk kulit lokal juga nggak kalah bagus,” cerita Derit dengan antusias.
Getol mendayagunakan marketplace
Jika ada produk lokal, mengapa harus impor? Toh kualitasnya tak kalah bagus. Kurang lebih kesan itulah yang hendak disampaikan Derit yang menggemari kerajinan kulit sejak belia.
Oleh karena itu, Fabrizzio Store memanfaatkan kesempatan emas dengan getol menggeber penjualan . Derit memaksimalkan aktivitas pemasaran melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram, serta memanfaatkan fitur promosi di marketplace.
“Kalau saya lihat di masa pandemi ini justru momentumnya, jadi harus kita gaspol lah. Manfaatkan semua platform yang ada, maksimalkan fitur‐fiturnya, pokoknya hajar aja gitu,” kata Derit.
Alhasil, upaya tak mendustai hasil. Fabrizzio Store sukses mendongkrak penghasilan hingga 50 persen, bahkan mencapai angka fantastis hingga 100 persen dalam dua bulan terakhir, dengan jumlah pesanan yang meningkat hingga 70 setiap hari—sebelum pandemi jumlah pesanan hanya berkisar 30 pesanan per hari.
Kejutan yang penuh syukur, begitulah Derit menggambarkan perasaannya akan pencapaian Fabrizzio Store di masa krisis. Derit menyebutkan marketplace yang berperan dominan dalam kenaikan mendadak yang ia alami adalah Tokopedia.
Usut punya usut, Tokopedia berkontribusi terhadap lebih dari 40 persen kenaikan omzetnya secara keseluruhan, paling banyak ketimbang marketplace lain. Jumlah pengguna aktif Tokopedia yang sangat berlimpah diakui Derit sebagai alasan Tokopedia berhasil mendatangkan lebih banyak profit.
“Tokopedia itu user interface‐nya enak, terus pengguna aktifnya banyak banget, saya lihat di web ada 100 juta lebih pengguna aktif per bulan. Lumayan banget itu. Selain itu, Tokopedia juga sering mengadakan campaign buat seller agar penjualannya meningkat, ada seller development yang bikin seller terpacu untuk berjualan, banyak tips‐tips berjualan yang lengkap,” lanjut Derit.
Yang tak kalah memikat, menurut Derit, adalah promo bebas ongkir yang memacu perluasan jangkauan penjualan produk Fabrizzio Store hingga ke seluruh Indonesia. Fitur ini, ditambah dengan beriklan melalui TopAds (fitur beriklan untuk penjual di Tokopedia), juga membuahkan hasil yang tak diduga.
“Seluruh daerah pernah. Paling jauh, Aceh dan Papua pernah. Sebenarnya merata sih. Kalimantan sering malah, Sulawesi juga pernah. Pulau Jawa sih paling sering. Ya, pokoknya menjangkau seluruh Indonesia lah,” terang Derit.
Tak hanya itu, Fabrizzio Store yang sebagian besar menjajakan produk kulit untuk pria, seperti dompet dan tas, sangat cocok dijual di Tokopedia yang menurutnya lebih mendatangkan pelanggan pria.
Memberdayakan perajin lokal lewat marketplace
Menjual produk dengan teknologi digital melalui marketplace, bagi Derit, tak hanya melulu soal mengepul pundi‐pundi keuntungan. Lebih dari itu, Derit juga bermimpi untuk senantiasa memberdayakan perajin kulit lokal.
Di Fabrizzio Store, ia telah bekerja sama dengan tujuh pengrajin kulit lokal untuk menciptakan produk‐produk unggulannya. Melalui hasil penjualan dari marketplace, Derit membagi hasil penjualannya kepada perajin lokal dan memacu mereka agar tetap produktif.
“Ke depannya saya pengennya seperti itu (memberdayakan perajin lokal, red). Saya memang biasanya memilih perajin lokal yang mungkin kemampuan ekonominya kurang, kan kasihan. Saya punya produk lokal nih, dan mereka bisa buat. Kami bagi hasil lewat penjualan online. Saya juga memilih perajin yang punya banyak karyawan untuk dipekerjakan,” cerita Derit.
Sudah banyak testimoni positif mengalir di akun Fabrizzio Store, dengan lebih dari 6.100 produk terjual dan rating toko 4,8/5, hampir mendekati sempurna. Inilah yang membuat Fabrizzio Store yakin bahwa popularitas produk kulit lokal tidak ecek-ecek dan tak payah bersaing dengan produk lokal.
Tentu, kemujuran ini bukan hanya milik Fabrizzio Store. Di masa pandemi ini, apa pun UMKM yang bertekad untuk berinovasi dan mencoba hal baru, pasti menemui jalannya.
Meneladani semangat Fabrizzio Store yang menggeliatkan pemanfaatan teknologi digital, mulai dari media sosial hingga marketplace, bukan tak mungkin UMKM kamu juga bisa naik level, bahkan juga turut mensejahterakan pelaku UMKM lainnya. Tentu ini mimpi setiap pelaku usaha, bukan?
Penulis: Bardjan / Editor: Dana Delani