Masyarakat Masih Sangat Butuh Bantuan Kuota Data dari Pemerintah
Bantuan kuota internet gratis yang diberikan pemerintah melalui Kemendikbud tahun 2020 sangat membantu dan bermanfaat untuk siswa didik, guru.
Penulis: Hendra Gunawan
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berencana memberikan bantuan kuota internet gratis di tahun 2021 guna mendukung Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) di saat masa pandemi Covid-19.
Sekjen Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Muhammad Ridwan Effendi menilai bantuan kuota internet gratis yang diberikan pemerintah melalui Kemendikbud tahun 2020 lalu sangat membantu dan bermanfaat sekali, baik itu untuk siswa didik, guru, maupun orang tua peserta didik.
Apalagi di saat pemerintah masih belum mampu menekan pandemi Covid-19 sehingga pengajaran secara luring masih sulit untuk dilakukan.
"Jika siswa atau guru setiap hari harus membeli kuota internet, tentu akan menambah beban mereka. Terlebih lagi banyak orang tua siswa yang terdampak masalah pekerjaannya akibat pandemi. Tentu dengan bantuan kuota internet dari pemerintah akan sangat membantu mengurangi beban masyarakat," terang Ridwan.
Baca juga: Kemendikbud Lanjutkan Subsidi Kuota Internet untuk Pembelajaran Jarak Jauh Pada 2021
Dari pengalaman Ridwan, dalam memberikan kuliah secara daring dengan layanan video streaming dengan durasi 1 jam, setidaknya dibutuhkan kuota internet 2 GB.
Jika mahasiswa mengambil 18 SKS, berarti dibutuhkan minimal 9 GB per minggu atau sebulan 36 GB.
Jika rata-rata per giga paket data yang dijual operator minimal Rp 5.000, maka setidaknya setiap siswa atau dosen mengeluarkan anggaran beli paket data Rp 180 ribu.
Ridwan menepis anggapan beberapa pihak yang mengatakan kuota gratis yang diberikan pemerintah kepada siswa serta guru tidak bermanfaat dan mubazir lantaran mayoritas kuota yang diberikan pemerintah hanya dipergunakan untuk mendukung Program PJJ.
Menurut dosen teknik ITB tersebut, pembagian antara kuota belajar dan kuota umum yang diberlakukan pemerintah sudah tepat.
"Tujuannya agar kuota yang diberikan melalui dana APBN tersebut dapat dipergunakan untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Bukan untuk menonton Drakor atau TikTok. Kalau dipergunakan untuk nonton Drakor kan juga tidak benar."
"Dari diskusi saya dengan siswa dan dosen, kuota khusus belajar yang diberikan pemerintah habis dipergunakan untuk Zoom dan mengakses aplikasi lainnya yang sudah masuk whitelist khusus belajar," terang Ridwan.
Agar menjamin kualitas serta kesinambungan layanan industri telekomunikasi nasional, Ridwan mengharapkan harga jual dari kuota gratis Kemendikbud ini lebih kompetitif dari harga umum, namun tidak sampai di bawah harga pokok produksi yang dimiliki oleh operator.
Ridwan memahami kesulitan yang tengah dialami pemerintah dalam menangani pandemi Covid-19.
Namun Pemerintah juga jangan sampai membuat operator telekomunikasi merugi akibat menjual harga layanan di bawah harga pokok produksi.
Terlebih lagi operator telekomunikasi tidak pernah mendapatkan bantuan atau subsidi dari pemerintah di saat pandemi Covid-19.
Baca juga: Ketua Komisi X Usul Subsidi Kuota Internet PJJ Diperpanjang Hingga Tahun Depan
Seperti kita ketahui bersama, selama pandemi berlangsung, pemerintah tidak pernah memberikan bantuan apapun atau subsidi kepada operator telekomunikasi.
Pemerintah hanya memberikan dispensasi pembayaran BHP Frekuensi beberapa bulan saja.
Namun ironisnya surat pemberian dispensasi pembayaran BHP Frekuensi itu keluar setelah operator telekomunikasi membayarkan BHP Frekuensi ke kas negara, sehingga praktis operator telekomunikasi tak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Padahal operator telekomunikasi yang tergabung dalam APJII dan ATSI sangat membutuhkan bantuan penundaan pembayaran BHP Frekuensi atau penundaan pembayaran dana USO.
Anggota ATSI dan APJII pada saat itu tidak meminta pengurangan BHP Frekuensi ataupun dana USO.