Pengamat Sayangkan Durasi Konsultasi Publik yang Pendek di RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi
Kamilov Sagala mengatakan, secara teknis hukum, untuk membahas pasal per pasal suatu regulasi dibutuhkan waktu cukup untuk melibatkan peran publik.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI), Kamilov Sagala menyayangkan pendeknya waktu yang disediakan untuk konsultasi publik terhadap Rancangan Peraturan Menteri (RPM) Penyelenggaraan Telekomunikasi oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) Kominfo.
Dia mengatakan, secara teknis hukum, untuk membahas pasal per pasal suatu regulasi dibutuhkan waktu yang cukup untuk melibatkan peran publik terhadap sebuah aturan yang dibuat.
"Karena stakeholder dari RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi ini beragam, maka untuk mengakomodasi kepentingan tersebut dibutuhkan waktu yang cukup panjang," ujarnya.
"Waktunya tidak cukup hanya 3 hari. Sebab, jika konsultasi publik singkat, itu hanya basa-basi saja. Kalau oerlu Ditjen PPI melakukan uji publik itu 1 jam saja,"ungkap Kamilov dalam pernyataannyaa, Jumat (26/3/2021).
Baca juga: Oppo Reno5 F di Indonesia Berbeda dengan Versi Luar Negeri
Seperti kita ketahui, Ditjen PPI menggelar konsultasi publik terhadap RPM Penyelenggaraan Telekomunikasi untuk masyarakat selama 3 hari untuk memberikan masukan.
Sebelumnya Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos Dan Informatika (SDPPI) Kominfo juga melakukan konsultasi publik tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio.
Baca juga: Vivo X60 dengan Kamera dari Zeiss Resmi Diperkenalkan di Indonesia
Konsultasi tentang RPM pengaturan frekuensi ini juga dinilai relatif singkat, mulai 23 sampai 30 Maret 2021.
Menurut Kamilov, regulasi yang bagus harus mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kepentingan seperti masyarakat, pelaku usaha dan Kementrian Lembaga lain atar regulasi yang dihasilkan tidak hanya mengakomodasi kepentingan tertentu saja.
Baca juga: Gara-gara Berceeloteh Soal Keberadaan Alien, Akun Twitter Elon Musk Diserbu Netizen
Dia mencontohkan ketika operator telekomunikasi hendak menggelar jaringan fiber optik di daerah. Aturan yang dikeluarkan Ditjen PPI menurutnya harus singkron dengan peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah.
"Jangan sampai aturan yang dibuat oleh Kominfo tidak bisa diaplikasikan ketika melakukan penggelaran jaringan di daerah," kata dia.
Selain regulasi Penyelenggaraan Telekomunikasi rawan tak bisa dieksekusi, Kamilov menilai aturan yang dibuat tergesah-gesah juga membuka peluang bagi masyarakat untuk melakukan judicial review.
"Ini akan memberikan dampak negatif terhadap industrinya,"terang Kamilov.
Agar industri telekomunikasi nasional ini terus tumbuh baik, Kamilov meminta agar dalam membuat regulasi Ditjen PPI dapat mengakomodasi seluruh stakeholder.
"Saat ini masyarakat banyak yang dirugikan akibat dalam membuat regulasi Pemerintah menyerap aspirasi publik. Banyak kebijakan publik yang dikeluarkan oleh Kominfo hanya mengakomodasi kepentingan tertentu. Misalnya kebijakkan terhadap konten OTT asing. Banyak konten OTT asing yang jauh dari budaya Indonesia tetap dapat beroperasi." kata dia.
"Jangan sampai regulasi yang dibuat justru menimbulkan moral hazard. Kejahatan yang terjadi disebabkan tidak ditegakkannya pembuatan regulasi yang benar. Regulasi dibuat agar masyarakat tertib," ujarnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.