Gawat, 700 Juta Data Pengguna Linkedin Dijual oleh Peretas di Dark Web
Peretasan data pengguna Linkedin ini merupakan yang terbesar sejak aplikasi itu mengalami hal yang sama pada 2012 lalu.
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aplikasi jejaring bisnis dan karier, LinkedIn kembali mengalami peretasan. Akibatnya, sebanyak 700 juta data penggunanya bocor atau lebih dari 92 persen dari total penggunanya yang mencapai 756 juta.
Peretasan ini merupakan yang terbesar sejak aplikasi itu mengalami hal yang sama pada 2012 lalu.
Tak hanya bocor, data pengguna LinkedIn itu juga dijual di dark web. Data itu berisikan berbagai informasi penting atau pribadi seperti nomor telepon, alamat fisik, data geolokasi, dan lainnya.
Sang peretas juga telah menyebar data sampel sebanyak 1 juta. Data sampel itu dipastikan terverifikasi alias asli dan terbaru, demikian laporan NDTV, Rabu (30/6/2021).
Menurut RestorePrivacy, hacker tersebut diduga menggunakan application programming interface (API) resmi LinkedIn untuk menyedot data-data tersebut. Cara yang sama juga dipakai dalam peretasan terhadap LinkedIn pada April lalu.
Baca juga: BEM UI Kecam Peretasan Akun Medsos Anggota Usai Viralnya Poster Jokowi ‘The King Of Lip Service’
"Pada 22 Juni, ada yang mengiklankan data berisi 700 juta pengguna LinkedIn untuk dijual. Salah satu anggota forum memposting sampel data yang berisi 1 juta pengguna LinkedIn," tulis RestorePrivacy.
Baca juga: APJII: Banyak Perusahaan Anggap Enteng Sistem Keamanan Siber, Siap-siap Jadi Sasaran Empuk Peretas
Data yang dijual itu mencakup, Alamat email, Nama Lengkap, Nomor telepon, Alamat fisik, Catatan geolokasi, Username LinkedIn dan alamat profil.
Selain itu peretas itu juga menyebar data pengalaman kerja profesional dan latar belakang pribadi hingga akun dan username media sosial lain.
"Berdasarkan analisis tim RestorePrivacy, telah dilakukan cek silang data sampel dengan data yang tersedia di publik. Tampaknya semua data tersebut otentik dan benar-benar milik pengguna asli. Selain itu data ini terverifikasi asli berdasarkan sampel dari 2020 sampai 2021," paparnya.
Meski tak ada password yang ikut bocor dalam peretasan Linkedin, data dan informasi yang diretas oleh hacker itu sudah sangat berharga dan bisa dipakai untuk berbagai kejahatan siber seperti pemalsuan identitas, phishing, ataupun penggunaan data sebagai akun yang ilegal.