Indonesia Butuh Banyak SDM Coding, Karier Menjanjikan, Gajinya Jangan Dipandang Sebelah Mata
Di Indonesia, meski coding belum menjadi mata pelajaran wajib untuk siswa di sekolah, pemerintah sudah mulai menyelenggarakan sekolah coding gratis.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah kencangnya adopsi digital di Tanah Air saat ini yang diakselerasi oleh penggunaan telepon seluler dan pandemi, Indonesia dinilai masih menghadap ketimpangan sumber daya manusia (SDM) mumpuni di sektor digital.
Hasil penelitian ManpowerGroup menyebutkan, ketimpangan SDM global, termausk Indonesia, telah meningkat dua kali lipat dalam satu dekade terakhir.
Lebih dari separuh pelaku bisnis global yang disurvey menyatakan adanya kekurangan keterampilan.
Dalam survei ini ditemukan, lebih dari separuh perusahaan di Indonesia kesulitan menarik dan mempekerjakan kandidat yang tepat untuk membantu mereka mengembangkan bisnisnya.
Meski faktanya, Indonesia memiliki jumlah angkatan kerja produktif sekitar 2 juta orang setiap tahunnya yang memasuki pasar.
Khusus di sektor teknologi yang berkembang pesat, menurut Kemendikbudristek, Indonesia kekurangan 9 juta pekerja teknologi hingga tahun 2030 mendatang, yang artinya Indonesia memerlukan sekitar 600.000 SDM digital yang memasuki pasar setiap tahunnya.
Jika dibedah lagi, Indonesia juga masih kekurangan SDM dengan ketrampilan coding baik itu programmer, desian grafis, ahli Bahasa dan profesi lain terkait ketrampilan coding.
Baca juga: Progate Jadi Mitra Kampus Merdeka, Mahasiswa Bisa BelajarCoding dan Digital Leadership
Sebagai informasi, untuk mendukung 1.000 startup di Indonesia, maka sekurangnya dibutuhkan sekitar 100.000 programmer.
Di negara-negara tetangga bahkan kegiatan belajar coding sudah dilakukan di sekolah formal. Misalnya di Singapura, yang mulai menjadikan coding sebagai kurikulum wajib bagi siswa sekolah dasar (SD).
Baca juga: Ahli Coding Temukan Fitur Tersembunyi di FB Messenger, Diduga Terkait Integrasi dengan WhatsApp
Mengapa mereka belajar pengkodingan sejka dini? Sebuah studi oleh Google dan Gallup menunjukkan bahwa mengenalkan coding sejak dini adalah salah satu cara efektif untuk dapat mengecilkan kesenjangan gender dalam STEM.
Baca juga: Game Google Doodle Populer, Cukup Buka Web Browser Mainkan Pac-Man Kurcaci Kebun hingga Coding
Keahlian di bidang coding juga diyakini meningkatkan kepercayaan pada anak-anak, terutama anak perempuan, untuk masuk lebih dalam ke area teknologi.
Di Indonesia, meski coding belum menjadi mata pelajaran wajib untuk siswa di sekolah, pemerintah sudah mulai menyelenggarakan sekolah coding gratis.
Sebut saja program Coding Mum dari Kemenparekraf, ataupun program – program pengkodingan lainnya yang diselenggarakan Kemnedikbudristek dengan pihak swasta dalam kampus merdeka belajar, dari mulai yang gratis hingga berbayar.
“Industri IT adalah salah satu sektor yang sedang naik daun saat ini. Saya rasa masih banyak pasar yang bisa diambil, dan bisa dikembangkan lagi," ujar Ega Wachid Radiegtya, founder DumbWays, salah satu penyedia coding bootcamp gratis di Indonesia.
"Saya dan teman - teman pegiat atau founder startup juga memiliki masalah yang sama, yaitu susahnya mencari programmer yang kompeten, dari sini tentunya kita dapat membentuk programmer keren dan mempunyai skill yang dibutuhkan industri saat ini,” kata Ega Wachid Radiegtya lagi.
DumbWays sejak berdiri April 2018 lalu, telah membuka kelas fullstack development dan DevOps untuk lulusan SMK atau S1 jurusan IT agar mereka bisa bekerja dengan layak sesuai jurusannya dengan salary di atas UMR Jakarta dan memiliki lebih dari 300 lulusan yang bekerja di lebih dari 150 perusahaan rekanan (mitra DumbWays dalam penyaluran).
Salary para ahli coding memang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Sekedar mengingatkan kembali, di Amerika Serikat, seorang desainer grafis, yang keahliannya dapat berkisar dari seni hingga desain web, menghasilkan rata-rata US$51.640 atau sekitar Rp750 juta dalam setahun.
Sementara ahli bahasa dapat berasal dari berbagai konsentrasi, ahli bahasa komputasi dapat menghasilkan sekitar US$91.307 atau sekitar Rp1,3 miliar per tahun.
Bekerja di salah satu bidang ini dan mampu membuat kode menggunakan JavaScript, Python, atau bahasa pemrograman komputer apa pun adalah langkah besar menuju karier yang aman dan stabil.
Tetap Marak di tengah Pandemi
Begitu menjanjikannya profesi seorang coder, membuat permintaan pasar sangat tinggi bahkan di era pandemi saat ini.
Sejak awal pandemi, DumbWays sudah berinisiatif mengubah seluruh kegiatan bootcamp menjadi online. Karena platform yang sudah mature, karyawan juga sudah banyak, kegiatan online bukan menjadi kendala bagi DumbWays.
“Permintaan cenderung tinggi baik disaat pandemi maupun sebelum pandemi. Walaupun kebutuhannya sedikit berbeda, tinggal pintar2 saja kita membekali lulusan kami," ungkap Ega.
"Saya rasa untuk tahun mendatangpun InsyaAllah tentu akan bertumbuh. Banyak orang yang di rumah saja, sektor IT adalah salahsatu sektor yang tetap bisa menghasilkan walaupun di rumah saja," kata dia.
Tentunya akan banyak calon siswa yang tertarik untuk belajar hal tersebut. "Kita juga akan membuka sektor lain non IT yang tentunya cocok untuk masa pandemi seperti ini,” tambah Ega.
Coding memang bermanfaat bukan hanya di teknologi atau IT semata, namun juga di berbagai bidang. Coding mengajarkan pemecahan masalah, organisasi, matematika, mendongeng, merancang, dan banyak lagi.
Keindahan pengkodean adalah bahwa ia berguna dalam aspek kehidupan lainnya, sambil memungkinkan anak-anak mengekspresikan diri secara kreatif.
Pengodean memungkinkan anak-anak melakukan apa saja mulai dari menulis cerita dan membuat video game hingga membuat mod Minecraft dan merancang animasi.
Secara umum, investasi di pasar koding masih sangat terbuka lebar hingga pada satu titik kita berada di sebuah era baru, dimana coding bukan lagi sebuah keahlian khusus.
Saat teknologi terus berkembang dengan kecepatan yang luar biasa, akan ada lompatan besar dalam cara perusahaan perangkat lunak bekerja.
Sederhananya, mereka membuat pengkodean lebih mudah untuk semua orang dan semua orang pada akhirnya bisa mengoding sendiri. Saat itulah pasar coding di Indonesia akan matang.