Aktivis dan Jurnalis Jadi Target Serangan Spyware Israel, Kominfo Lakukan Antisipasi Proteksi Siber
Kominfo mengambil langkah antisipasi terkait aksi pengintaian digital melalui perangkat lunak atau spyware yang teridentifikasi dari Israel.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fandi Permana
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengambil langkah antisipasi terkait aksi pengintaian digital melalui perangkat lunak atau spyware yang teridentifikasi dari Israel.
Setidaknya terdapat 100 aktivis, jurnalis, dan hingga politisi yang tersebar di 10 negara yang menjadi sasaran spyware, salah satunya Indonesia.
Baca juga: Menkopolhukam Imbau Masyarakat Salat Idul Adha di Rumah
Menanggapi hal ini, Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi, Kominfo terus memantau potensi ancaman siber di Indonesia.
Untuk itu, Kominfo berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, termasuk di antaranya Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Menurutnya, Kominfo berkewajiban melindungi masyarakat dari berbagai potensi serangan siber internasional.
Baca juga: Usai Hujan Rudal di Pangkalan AS di Irak, Giliran Isreal Jadi Target Serangan Berikutnya
"Kementerian Kominfo akan terus berupaya melindungi masyarakat dari serangan siber. Terkait hal itu, Kominfo berperan untuk mengedukasi dan meliterasi masyarakat agar semakin siap menghadapi beragam ancaman negatif internet, salah satunya ancaman keamanan siber," ujar Dedy saat dikonfirmasi, Senin (19/7/2021).
Selain itu, Kominfo mengimbau agar masyarakat untuk terus menjaga keamanan gawai dan data pribadinya. Penjagaan data pribadi bisa dilakukan dengan terus memperbarui password secara berkala dan menerapkan sistem masuk verifikasi dua langkah.
Baca juga: PAN Minta Hasil Survei Turunnya Kepuasan Masyarakat pada Kinerja Presiden Dipelajari Rinci
"Masyarakat harus menjaga data penting dengan memasang fitur Multi-Factor Authentication pada aplikasi yang mengelola data pribadi, serta memastikan perangkat yang digunakan memiliki fitur keamanan yang terbaru atau up-to-date," tambah Dedy.
Sebagai informasi, berdasarkan laporan keamanan sibe Citizen Lab Universitas Toronto, Kanada, berhasil melacak peretasan dan pengawasan ilegal. Para ahli siber menyebut, jika aplikasi spyware yang dibuat Candiru memanfaatkan kerentanan di sistem operasi buatan Microsoft, yakni Windows.
Sementara pengoperasiannya sendiri banyak dilakukan di Arab Saudi, Israel, Hungaria, Indonesia dan sejumlah tempat yang membeli dan menginstal aplikasi tersebut.
"Alat dari Candiru kerap digunakan untuk 'serangan presisi' terhadap komputer target, telepon, infrastruktur jaringan dan perangkat yang terhubung ke internet," kata Cristin Goodwin, General Manager Unit Keamanan Digital Microsoft.
Citizen Lab sudah memperingatkan Microsoft akan potensi serangan tersebut. Hingga akhirnya setelah berminggu-minggu menganalisis, perusahaan besutan Bill Gates ini merilis patch terbaru untuk aplikasi Microsoft pada 13 Juli lalu.
Mengutip laman blog Microsoft, dijelaskan bahwa patch tersebut untuk menambal kerentanan Windows yang diyakini sebagai titik masuk spyware. Aksi yang disebut Spyware Pegasus itu teridentifikasi menyerang 1.400 pengguna WhatsApp global.
Spyware ini utamanya menyasar para aktivis, politisi, dan jurnalis yang dikembangkan oleh perusahaan teknologi asal Israel, NSO Group, mempunyai kemampuan mematai-matai pengguna dan mencuri data melalui smartphone.