Kembangkan Ekosistem 5G, ATSI: Operator Butuh Dukungan Pemerintah
Indonesia berada pada posisi ke-11 dari 12 negara yang diamati dengan celah terbesar ada pada sisi infrastruktur dan teknologi serta dari sisi permint
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasarkan studi dari Institut Teknologi Bandung, “Unlocking 5G Potential for Digital Economy in Indonesia”, Indonesia berada dalam posisi yang relatif lebih rendah untuk Indeks Adopsi 5G bila dibandingkan negara tetangga dan juga negara maju.
Indonesia berada pada posisi ke-11 dari 12 negara yang diamati dengan celah terbesar ada pada sisi infrastruktur dan teknologi serta dari sisi permintaan.
Begitu juga pada Global Competitiveness Report yang dikeluarkan oleh World Economic Forum di 2016.
Indonesia memiliki indeks kapasitas inovasi sebesar 3.28, jauh lebih rendah dibandingkan Malaysia (4.25) dan Singapura (5.16).
Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Ismail mengatakan pemerintah dalam hal ini Kominfo akan menuntaskan roadmap 5G.
Menurut Ismail, roadmap tersebut mengandung beberapa elemen.
Pertama, elemen infrastruktur antara lain menuntaskan fiberisasi.
"Menyiapkan spektrum frekuensi radio. Bagaimana tingkat TKDN dari device 5G. Bagaimana menuntaskan pembangunan-pembangunan BTS/tower," ujar Ismail, Rabu (13/10/2021).
Baca juga: Raker DPD RI dengan Menkominfo Bahas Transformasi Digital Di Daerah
Kedua, aspek ekosistem seperti SDM, kebijakan, peraturan, dan lainnya.
Sehingga operator bisa menjalankan panduan masing-masing yang harus inline dengan roadmap pemerintah.
"Jangan lagi operator memahami semua BTS dibangun sendiri-sendiri. Kita sedang mendorong konsep sharing. Di Undang-Undang Cipta Kerja, kita sudah masukkan aturan-aturan untuk sharing. Karena 5G ini kalau bangun sendiri sangat costly. Untuk backbone, backhole dan spektrum juga di sharing. Aturan tentang sharing ini sudah diselesaikan mulai dari UU sampai Peraturan Menteri," kata Ismail.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O Baasir menyatakan kesamaan pandangan dan saling mendukung antar pemangku kepentingan terutama operator dan pemerintah sangat dibutuhkan dalam menempatkan adopsi 5G di Indonesia sebagai peluang untuk mendorong kemajuan bangsa dan masyarakat.
"Dukungan penuh pemerintah bagi operator diperlukan untuk mendukung program transformasi digital nasional," kata Marwan.
Ia memaparkan, dukungan pemerintah yang dibutuhkan para operator anatra lain relaksasi atau keringanan BHP Frekuensi, BHP Telekomunikasi dan USO
"Insentif fiskal untuk investasi penggelaran jaringan TIK khususnya di wilayah yang non Komersial (3T) dan insentif fiskal untuk mendorong investasi penggelaran teknologi 5G juga diperlukan," ujarnya.
Menurut Marwan, diperlukan pula peran serta Pemerintah Pusat dan daerah dalam rangka untuk efisiensi dan kemudahan pembangunan jaringan TIK, namun tidak terbatas untuk jaringan akses, backhaul dan backbone di seluruh wilayah Indonesia baik di wilayah komersial dan khususnya di wilayah non Komersial (3T).
Ditambahkannya, operator juga perlu kemudahan akses terhadap fasilitas publik, seperti gedung kantor layanan pemerintahan, pusat perdagangan, pusat kesehatan lampu jalan, dan lain sebagainya, sebagai infrastruktur pendukung jaringan 5G.
"Hal lain yang diperlukan operator adalah endorsement dari pemerintah untuk memastikan ketersediaan device yang mendukung jaringan 5G dengan harga yang terjangkau, serta dorongan dari pemerintah untuk mempercepat ketersediaan use case, misalnya memfasilitasi kolaborasi antara telco dengan industry vertical, regulasi yang lebih fleksibel, dan lainnya," pungkas Marwan.