Asia Pasifik Menghadapi Peningkatan Kasus Penipuan Phishing yang Libatkan Individu dan Bisnis
Perkembangan digital telah menggeser dominasi penggunaan uang tunai sebagai pilar utama dalam era modern.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkembangan digital telah menggeser dominasi penggunaan uang tunai sebagai pilar utama dalam era modern.
Bahkan sebuah survei global mengungkapkan hampir semua transaksi e-commerce sekarang berupa digital, dan 1 persen saja yang melakukan cash on delivery.
Namun, pergeseran tren ini secara tidak sengaja telah menyebabkan lonjakan dalam penipuan siber yang mengkhawatirkan, sehingga membahayakan pelanggan.
Baca juga: Sektor Keuangan Indonesia Paling Rentan Kena Serangan Siber, Phising Paling Mendominasi
Jonathan Tan, Managing Director Asia Trellix mengatakan walaupun banyak perusahaan yang telah memperkuat platform keamanan siber mereka selama beberapa dekade terakhir, para hacker juga telah berkembang dan menggunakan cara yang lebih canggih untuk menyusup ke dalam sistem-sistem ini.
“Saat ini, risiko dari ancaman siber sudah semakin tinggi.
Di Singapura sendiri, penipuan phishing telah mengakibatkan kerugian finansial lebih dari S$500 juta di tahun lalu. Untuk para pemimpin bisnis, kegagalan dalam memperkuat keamanan mereka dan melindungi baik pelanggan maupun perusahaan dapat menempatkan mereka ke dalam jurang kehancuran reputasi dan hubungan,” jelas Jonathan Tan.
Jonathan mengatakan, wilayah Asia Pasifik saat ini tengah menghadapi peningkatan kasus penipuan phishing yang melibatkan berbagai individu dan bisnis.
Secara khusus, Trellix Advanced Research Centre telah mendeteksi kenaikan signifikan dalam aktivitas tersebut, terutama saat musim liburan yang mana para pembeli online, distributor, dan lembaga keuangan menjadi lebih rentan terhadap pengalihan dan serangan yang direncanakan.
Dalam menghadapinya, sangatlah penting untuk melakukan evaluasi mendalam akan tingginya kerentanan wilayah Asia Pasifik terhadap ancaman siber. Bisnis di wilayah Asia Pasifik harus mengandalkan teknologi sebagai "pemain" dengan sistem monitoring yang otomatis.
Sistem ini bertugas mendeteksi dan memberikan peringatan kepada staf IT mengenai potensi serangan siber, sehingga mereka dapat merespons dengan cepat dan mendapatkan keuntungan yang diinginkan.
Selain menerapkan sebuah platform keamanan siber yang kuat, pemimpin bisnis juga harus memprioritaskan kepercayaan pelanggan mereka.
"Oleh karena itu, Kepala Petugas Keamanan Informasi bertanggung jawab untuk mendorong pemahaman yang komprehensif tentang keamanan siber baik secara internal maupun eksternal, termasuk membangun komunikasi yang transparan dengan pelanggan," katanya.
Menurut survei terbaru oleh PwC, prioritas utama keamanan siber untuk 20 persen pemimpin senior adalah membangun kepercayaan pelanggan dengan menggunakan dan melindungi data mereka secara etis.