Industri Seluler Tumbuh Stagnan, Ini 6 Persoalan yang Membelitnya
Industri seluler di Indonesia sudah memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri seluler di Tanah Air cenderung stagnan selama beberapa tahun terakhir ini. Operator telekomunikasi terbilang minim mengeluarkan inovasi untuk mendobrak kebekuan di industri padat modal ini.
CEO Selular Media Network, Uday Rayana di acara diskusi Selular Business Forum (SBF) 2023 di Jakarta, Senin (2/10/2023) mengatakan, industri seluler di Indonesia sudah memasuki masa kejenuhan (saturated) pada 2013. Jika sebelumnya tumbuh double digit, sekarang sudah single digit.
Berdasarkan data resmi Badan Pusat Statistik (BPS), industri telekomunikasi tumbuh melambat ke level 7,19 persen secara tahunan. Fakta ini menjadi alarm bagi ekosistem industri teknologi digital yang mampu tumbuh tinggi saat pandemi Covid-19.
Baca juga: Satelit Elon Musk Masuk RI, Nasib Operator Seluler Bakal Padam? Budi Arie: Ini Revolusi Digital
Pertumbuhan yang melambat juga tercermin dari ARPU (average revenue per user). ARPU merupakan salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi.
ARPU yang rendah pada akhirnya tentu akan berkontribusi pada pencapaian laba yang juga kurang optimal, sehingga mempengaruhi upaya operator dalam melakukan investasi dan melayani pelanggan dengan baik.
Tiga dekade lalu, sebelum maraknya layanan data dan sosial media, ARPU operator telekomunikasi, khususnya selular mencapai Rp 75.000 - Rp 100.000.
Namun memasuki akhir 2022, tidak ada satu pun operator selular yang ARPU gabungannya (prabayar dan pasca bayar) menyentuh angka Rp 50.000.
Uday membeberkan, ada enam persoalan utama yang mendera industri telekomunikasi khususnya seluler, sehingga tumbuh stagnan hingga saat ini.
Keenam permasalah tersebut adalah:
1. Regulasi super ketat
2. Tarif data yang terbilang murah
3. Kebutuhan fekwensi terus meningkat namun harga spektrum sangat mahal
4. Besarnya regulatory chargers, dari BHP frekwensi hingga USO
5. Kewajiban membangun hingga pelosok namun minim insentif
6. Ketimpangan kebijakan operator selular dibandingkan penyelenggara OTT (over the top)
"Imbas dari berbagai permasalahan tersebut, industri telekomunikasi tidak bisa tumbuh maksimal dalam mengembangkan peran sebagai enabler di era digital yang berkembang pesat saat ini. Untuk kembali sehat, diperlukan solusi-solusi yang bersifat komprehensif," ungkap Uday.
SBF 2023 mengangkat tema “Sustainability Operator Telekomunikasi Kunci Tangguhnya Ekosistem Digital di Indonesia” dan menghadirkan pembicara Direktur Penataan Sumber Daya Ditjen SDPPI Kementerian Kominfo, Denny Setiawan; Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Keuangan, Wawan Sunarjo; Direktur Telekomunikasi, Ditjen PPI Kementerian Kominfo, Aju Widya Sari.
Hadir pula, anggota Asosiasi Perusahaan Telekomunikasi Indonesia (ATSI), Rudi Purwanto; Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif; dan Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda.