CEO Tribun Network: Data Adalah Aset & Kekayaan
Chief Executive Officer (CEO) Tribun Network Dahlan Dahi berbagai pengalamannya menjalankan bisnis industri media.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) Tribun Network Dahlan Dahi berbagai pengalamannya menjalankan bisnis industri media.
Hal itu disampaikan saat membuka Talkshow Integrasi SPBE Pilar Transformasi Digital Indonesia yang digelar Tribun Network berkerjasama dengan Kominfo di Ballroom Ruby Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Kamis (14/12/2023).
“Berdasarkan pengalaman saya di industri, data itu mencakup yang paling basic semisal nama dan usia. Tapi yang paling penting lagi elemen demografi seperti lahir di mana, laki-laki atau perempuan atau dari sisi pendidikan orang yang lulus S1 dengan orang yang tamat SMA itu konten dan advetorialnya pasti berbeda,” kata Dahlan.
Menurutnya, nama, usia dan demografi adalah data yang paling mendasar.
Namun ada yang lebih dalam lagi dari data itu adalah psikografis di mana dapat dilakukan
indentifikasi orang suka tentang Barceloja atau suka MotoGP.
“Itu semua basicnya adalah data,” tegasnya.
Baca juga: Risiko Disalahgunakan, Masyarakat Harus Lebih Peduli Terhadap Keamanan Data Pribadi
Yang kedua, bagaimana mengunpulkan data, mengolah data, dan membuatnya meaningful.
Data tersebut dapat digunakan pengguna apakah dipakai untuk advertising, apakah dipakai untuk governance, atau bahkan dipakai untuk security.
“Atau seperti yang dilakukan Israel sekarang di Palestina menggunakan teknologi AI untuk memakai visual regocnation. Nah itu semua basisnya data. So security data bisa militer dan bisa politik,” ucapnya.
Dahlan bercerita bahwa ada eorang Marketing Agensi bernama Alexander Nix yang ingin membantu calon Presiden Amerika untuk kampanye dengan metode psikografis.
Mengapa dia pakai metode psikografis karena pemilih tidak ditentukan oleh warna kulit menurut analisisnya beliau.
Pemilih tidak ditentukan dia laki-laki atau perempuan.
Tapi pemilih ditentukan oleh ketakutannya.
Lalu bagaimana untuk menganalisis ketakutan seseorang.
Permasalahan berikutnya bagaimana menemukan data untuk mengetahui ketakutan.
“Akhirnya dia lihat dari Facebook postingan apa yang dia like, dan apa yang dia tidak sukai. Setelah dilakukan tabulasi data tentang ketakutan maka dilakukan satu metode yang biasa dilakukan di advertising yakni retargeting,” imbuhnya.
Dahlan menyimpulkan bahwa data adalah aset dan kekayaan.
Satu kesimpulan yang diterangkan Dahlan semisal Google, Facebook ataupun Tiktok yang memiliki data sekalipun perusahaan teknologi tersebut tidak memiliki konten.
“Padahal dia tidak punya konten, jadi data ini adalah aset. Data ini adalah kekayaan,” urainya.
Aspek ketiga adalah di bisnis ada istilah data adalah new oil.
Dahlan menambahkan aset Tribunnews di media sebenarnya bukan pembaca.
Bukan tanpa alasan di digital itu misalnya pembaca media online mainstream membaca melalui google chrome.
Dan chrome itu alat google untuk mengcapture data.
“Siapa yang punya aset? Yang punya itu google,” tutur pria yang juga Chief Digital Officer KG Media tersebut.
Setiap produk ada bahan dasarnya ada raw material, dan raw material dari perusahaan teknologi itu adalah data user.
Raksasa perusahaan teknologi seperti Google, Facebook, Tiktok, mengambil raw material itu secara gratis.
Tapi data itu bisa untuk apa bisa untuk merekomendasikan konten bisa membantu advertising.
“Inilah yang hari ini kita lihat artificial intellegent. Kalau pemerintah menginginkan satu pusat data persoalannya adalah bagaimana mengelola data dan men-generate data. Semoga dan usaha pembangunan Pusat Data Nasional (PDN) membuat Indonesia menjadi negara kuat dan dihormati di dunia,” pungkasnya. (Tribun Network/Reynas Abdila).