Gandeng Unpad, Yandex Bahas Pengembangan Kecerdasan Buatan: Keamanan jadi yang Terdepan
Yandex kembali menggelar seminar Kecerdasan Buatan (AI) dan Etika di Universitas Padjadjaran (UNPAD). Bahas tentang mengembangkan kecerdasan buatan.
Penulis: Sri Juliati
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Perusahaan teknologi internasional, Yandex kembali menggelar seminar Kecerdasan Buatan (AI) dan Etika.
Kali ini, perusahaan search engine asal Rusia itu menggandeng Universitas Padjadjaran (UNPAD), Senin (22/1/2024).
Di Unpad, VP Strategy Yandex Search, Alexander Popovskiy memberikan gambaran umum tentang solusi AI Yandex dan bagaimana solusi tersebut diintegrasikan ke dalam ekosistem Yandex.
Ia juga berbagi prinsip Yandex saat mengembangkan solusi kecerdasan buatan.
Misalnya mengembangkan AI yang aman, mematuhi standar keselamatan, dan menciptakan teknologi yang tidak memihak dan secara akurat mencerminkan realitas.
"Saat membuat dan melatih model machine learning (ML), para insinyur mengandalkan berbagai prinsip dan yang terpenting adalah keamanan."
"Keakuratan jawaban dan kegunaan jaringan saraf secara umum juga penting, tapi keamanan selalu menjadi yang terdepan," tegasnya.
Group Head of Anti-Fraud UGC Services at Yandex Search, Andrey Budilov mendemonstrasikan bagaimana Yandex melindungi pengguna dari konten menyesatkan di peta dan layanan navigasi.
Pengguna dapat mengandalkan layanan ini untuk menemukan tempat seperti restoran dan toko serta ulasan pengguna lain membantu mereka memutuskan tempat mana yang akan dipilih.
Namun, ulasan jujur bisa saja diselingi dengan ulasan palsu, yang pada akhirnya merusak pengalaman pengguna.
Sehingga model ML dilatih untuk mengidentifikasi dan melarang ulasan palsu yang diberikan penipu, tanpa memengaruhi konten UGC yang jujur.
Baca juga: UGM dan Yandex Gelar Kampanye Kecerdasan Buatan, Kominfo Dorong Pengembangan Etika AI di Pendidikan
Sementara itu, Ketua Departemen Ilmu Komputer Unpad, Setiawan Hadi mengatakan, AI berimbas pada kreativitas dan inovasi di sejumlah bidang, tak hanya pada ilmu komputer.
Oleh karena, kelompok sivitas akademika perlu mempertimbangkan potensi dampaknya terhadap bisnis, ilmu sosial, dan seni.
Dosen Departemen Ilmu Komputer Unpad, Asep Sholahuddin memberikan gambaran umum tentang AI dan berbagai subbidang serta aplikasinya serta potensi penyalahgunaan.
Ia menyebutkan perlu pedoman nasional etika AI di Indonesia meliputi inklusivitas, kemanusiaan, keamanan, aksesibilitas, transparansi, dan perlindungan data pribadi, serta usulan strategi untuk mengatasi dampak negatif AI.
"Dampak negatif AI seperti deepfake atau penipuan chatbot inilah yang menekan kita untuk mengembangkan etika AI."
"Kita perlu memastikan bahwa teknologi AI dapat dikembangkan dan digunakan secara bertanggung jawab," kata Asep.
Sementara itu, Presiden INAPR sekaligus dosen Unpad, Intan Nurma Yulita mengatakan, kolaborasi global dalam penelitian AI sangat penting untuk mengembangkan solusi komprehensif, memanfaatkan keragaman pengalaman, dan perspektif lintas budaya untuk mendorong pendekatan inovatif.
Pendekatan kolaboratif ini didorong oleh berbagai keahlian dan pengalaman. Tidak hanya mendorong inovasi kreatif, tetapi juga berkontribusi dalam mengatasi tantangan global.
Termasuk tantangan yang terkait dengan kesehatan masyarakat dan kesenjangan.
Di sisi lain, menurut data dari Bappenas yang disinggung Co-founder dan CEO LEGIS, Elang Adhyaksa, sebanyak 20-45 juta lapangan pekerjaan diperkirakan akan muncul di Indonesia sebagai akibat digitalisasi.
Menurut Elang, ada beberapa pekerjaan yang memang digantikan atau ditambah oleh AI.
Namun ada pula sejumlah pekerjaan baru yang bermunculan berkat efisiensi penggunaan AI.
Hal ini terjadi karena AI memaksa manusia mengembangkan keterampilan baru dan membuka banyak sumber daya yang baru.
"Manusia tidak akan tergantikan oleh AI. Manusia akan digantikan oleh manusia lain yang menggunakan AI," tegasnya. (*)