Bantu Penyandang Tuna Netra Deteksi Objek, Jaythaneal Siswa Kelas 11 JIS Ciptakan Bat Glasses
Proyek kacamata ini bisa membantu orang disabilitas, dalam hal ini tuna netra, untuk mendeteksi objek dengan infrared yang memberikan sinyal
Penulis: Willem Jonata
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Willem Jonata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaythaneal Skylar Sutrisno, siswa kelas 11 Jakarta Intercultural School, memperkenalkan inovasinya di ajang Jakarta Scholars Symposium (JSS) yang tahun ini diberi tajuk "Innovating for Impact".
Inovasinya berupa kacamata yang ia namakan Bat Glasses. Kacamata itu dirancang untuk mendeteksi objek di sekitar, menggunakan teknologi berupa sensor jarak yang memindai lingkungan untuk mencari hambatan.
"Proyek kacamata ini bisa membantu orang disabilitas, dalam hal ini tuna netra, untuk mendeteksi objek dengan infrared yang memberikan sinyal," terang Jaythaneal, Jakarta Scholar Symposium Volume II, Innovating for Impact di Soehana Hall, Rabu (29/5/2024).
Ia mengintegrasikan teknologi sensor mobil, sehingga kacamata ini mencapai tingkat akurasi dan keandalan yang tinggi, serupa sistem yang digunakan pada kendaraan modern untuk menghindari tabrakan.
"Inti dari perangkat ini adalah motherboard kompak dan hemat energi yang memproses data sensor secara real time. Seluruh pengaturannya didukung oleh baterai yang ringan, memastikan kacamata tetap praktis untuk penggunaan sehari-hari," terangnya.
Baca juga: Beli Kacamata Semudah Belanja Barang di Supermarket
Ia menambahkan perpaduan komponen mutakhir ini memungkinkan kacamata memperingatkan pemakainya akan benda-benda di dekatnya, sehingga meningkatkan keselamatan dan kesadaran.
Ide buat kacamata tersebut berawal saat ia bertemu teman penyandang disabilitas. Dari situ terbersit membuat sesuatu yang dapat membantu mereka dalam menjalani aktivitas.
Namun, diakuinya ide buat kacamata tersebut bukan hal baru.
"Sudah pernah ada yang bikin, tapi gede banget (ukurannya). Jadi aku coba bikin size lebih kecil dan lebih efisien," ucapnya.
Tak berhenti di situ, siswa kelahiran 19 Januari ini juga memiliki proyek bernama Rumah Innovasi.
Proyek tersebut menjadi wadah baginya untuk mengajarkan anak-anak yang kurang mampu mengenai konsep dasar fisika dan sains dengan cara yang menyenangkan seperti misalnya membuat pesawat, merakit mobil atau membuat konstruksi bangunan.
"Kalau kita mengajarkan teori pasti membosankan makanya aku ajarkan mereka untuk dasar-dasar fisika dengan cara yang menyenangkan, mereka mungkin berpikir sedang bermain tetapi sebenarnya sedang mendalami sains," ujar Jaythaneal.
Penyuka golf ini juga mempresentasikan inisiatifnya membuat robotic club di sekolahnya.
Project ini digawangi bersama beberapa teman-temannya setiap hari Rabu dan saat ini sudah memiliki 15 anggota.
Kegiatannya ini didukung oleh guru dan sekolah sehingga membawa tim robotic Jaythaneal memenangkan beberapa kompetisi.
"Harapanku, robotic club ini membuat kita semua aware pentingnya robotic atau otomisasi di sektor apapun karena salah satu upaya mengejar ketinggalan kita juga dengan menerapkan otomatisasi," ucap dia.
Otomatisasi, lanjutnya, dapat meningkatkan produktivitas di berbagai sektor milik negara karena dengan otomatisasi sudah pasti akan mempercepat proses dan menekan biaya produksi.
"Salah satu contoh negara yang sukses menerapkannya adalah Jepang dan Korea Selatan dan kita harus memulainya dari sekarang," tandasnya.