Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Manisnya Dodol Kandangan yang Dimasak di Kawah

TAK hanya dikenal karena ketupat, Kandangan, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan pun dikenal karena dodol

Editor: Gusti Sawabi
zoom-in Manisnya Dodol Kandangan yang Dimasak di Kawah
KOMPAS/LUKAS ADI PRASETYA
Pengemasan dodol khas Kandangan 

Tribunnews.com - TAK hanya dikenal karena ketupat, Kandangan, ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, pun dikenal karena dodol, camilan berbahan inti beras ketan dan gula aren yang rasanya manis.

Di Kandangan, yang berjarak sekitar 135 kilometer dari Banjarmasin, ibu kota Kalsel, kios dodol banyak dijumpai di kedua sisi jalan.

Papan reklame, sekaligus kios dodol khas Kandangan, dapat ditemui pula di sepanjang ruas jalan Trans-Kalimantan, mulai dari Kota Banjarmasin hingga Rantau, ibu kota Kabupaten Tapin. Pemandangan yang sama ditemui pula di Jalan Trans-Kalimantan setelah Rantau, yakni Barabai, Tanjung, hingga di perbatasan Kalsel dan Kalimantan Timur.

Papan reklame yang dipasang, baik di toko oleh-oleh maupun kios kecil, ditampilkan dalam huruf besar tentang produsen makanan itu.

Di rute inilah pesepeda Jelajah Sepeda Banjarmasin-Balikpapan yang digelar harian Kompas melintas. Dodol khas Kandangan dengan rasa yang beragam dapat dinikmati siapa pun yang mampir ke tempat penjualan itu.

Dodol, yang menjadi salah satu buah tangan khas dari Kalsel itu, dibuat di industri rumah tangga di sejumlah lokasi di Kandangan. Salah satunya adalah Desa Kapuh, Kecamatan Simpur. Di desa di jalan kecil ini terdapat salah satu produsen dodol terbesar, yakni dodol Ibu Mita.

Sabtu (25/4/2015) lalu, empat pekerja sibuk mengaduk-aduk adonan dodol di wajan berdiameter sekitar 80 sentimeter. Setiap wajan yang disebut kawah itu bisa menampung bahan baku adonan dodol hingga 45 kilogram.

Berita Rekomendasi

Di tempat produksi yang terbuka itu terdapat sembilan kawah. Pada hari itu, hanya enam kawah yang digunakan. Empat pekerja yang semuanya laki-laki mengaduk-aduk bahan dodol di kawah yang saat itu digunakan, dengan alat pengaduk yang disebut tusuk.

Iwan (22), seorang pekerja, mengatakan, adonan dodol harus selalu diaduk saat dipanggang selama 3-4 jam agar masak merata. ”Kalau tidak sering dibolak-balik, nanti gosong dan itu membuat rasa dodol kurang enak,” katanya.

Menurut Salam (38), pekerja lainnya, mengaduk dodol harus telaten. Api dari kayu bakar juga harus selalu diperhatikan agar tak membesar, tetapi tetap menyala. Tidak ada teknik khusus untuk mengaduk adonan. ”Ya, mengaduk seperti biasa saja,” jelas warga Kapuh, yang sudah 20 tahun bekerja sebagai tukang aduk adonan dodol ini.

Adonan dodol yang masak langsung dituangkan ke dalam wadah untuk didinginkan. Proses pendinginan itu berlangsung selama sehari semalam. ”Adonan odol yang selesai dimasak siang ini baru bisa dibungkus besok pagi,” kata Revan (22), pekerja lainnya.

Laila (20), menantu Ibu Mita, bertugas mengawasi pembuatan dodol. Dia juga melayani pedagang yang kulakan. Siang itu, seorang laki-laki datang dan mengambil tumpukan dodol yang berupa lembaran kemasan termurah yang dibanderol Rp 1.500 per lembar.

Di halaman rumah Ibu Mita, dua mobil pikap juga bersiaga mengangkut dodol dan mendistribusikan ke sejumlah toko penjual. ”Ada 50 toko di Kandangan yang menjual dodol produksi kami. Se-Kalsel, mungkin ada 200 toko,” ujar Laila.

Dodol Ibu Mita dikirim paling jauh hingga ke Kota Samarinda, Kaltim, yang berjarak sekitar 530 kilometer dari Kandangan. Dalam sehari, lanjut Laila, dapat dibikin 400 kilogram bahan baku dodol. ”Permintaan terus naik. Lima tahun lalu mungkin baru membuat 300 kilogram dodol dalam sehari,” katanya lagi.

Pengemasan produk diperhatikan betul karena itu termasuk faktor yang diperhatikan konsumen. Dodol Ibu Mita juga menawarkan banyak rasa, yakni kacang, durian, nangka, kelapa muda, pandan, wajik, kasirat (parutan kelapa muda), dan rasa asli. Rasa asli adalah dodol dengan bahan baku utama, yaitu beras ketan dan gula aren. Rasa dodol itu manis dan gurih.

Bungkusan dodol pun dibuat beragam agar menarik, mulai kemasan plastik yang berisi satu lembar dodol hingga kemasan dalam plastik stoples segi empat. ”Namun yang terpenting, adalah rasa. Tanpa bahan pengawet dan hanya pakai santan asli, dodol akan terasa enak,” ucap Laila.

Perintis

Produsen dodol lain, yaitu Hj Hamdanah (43), membuat dodol di Desa Telaga Bidadari, Kecamatan Sungai Raya. Lokasinya sekitar 1 kilometer dari tempat produksi dodol Ibu Mita. Ia memberi nama dodolnya Berkat Shalawat. Nama ini baru dipakai beberapa bulan. Nama sebelumnya adalah Dodol Mama Alfi, yang sebenarnya lebih dikenal.

Siang itu rumah Hamdanah juga ramai. Dia bersama tiga karyawannya berada di ruang tengah, sedang memotong adonan dodol yang sudah dingin, dan mengemasnya dalam plastik bening. Di sudut ruangan itu tampak 10 baskom plastik berisi adonan dodol jadi yang belum dipotong. Sehari, Hamdanah bisa membuat dodol hampir 300 kilogram.

”Ini dodol asli bahannya. Tanpa bahan pengawet, dodol hanya tahan maksimal sebulan. Sebaiknya dodol jangan disimpan di kulkas. Letakkan saja di ruang terbuka atau dimasukkan ke stoples,” ujar Hamdanah.

Dodol asal Kandangan punya sejarah panjang. Hamdanah mengklaim keluarganya yang merintis pembuatan dodol di Kandangan. Neneknya mengawali membuat dodol, puluhan tahun silam. Resep keluarga pun diturunkan hingga ke Hamdanah. Dari resep keluarga inilah lalu dodol menyebar setelah dibawa pekerja yang memilih keluar dan membuak usaha sendiri atau pada pemodal lain.

”Dahulu nenek membuat yang belum ada mereknya. Dulu mana berpikir soal merek. Setelah berkembang, barulah perlu merek. Ternyata usaha keluarga ini menginspirasi warga Kandangan lainnya,” ujar Hamdanah.

Salah satu yang tidak memasang plang nama adalah produsen Dodol Nabila yang dibuat Mohammad Nur (30). Papan nama di depan rumahnya malah bertuliskan H Zaini.

”Itu nama bapak saya. Bapak yang mengolah kacang untuk dodol buatan saya. Saya tak memasang plang nama di depan rumah karena bagi kami yang penting orang tahu dodol bikinan kami,” ungkap Nur, yang mengawali usaha tahun 2004. (Lukas Adi Prasetya/ Jumarto Yulianus/Agus Mulyadi)

Sumber: KOMPAS
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas