Randang Talua Payakumbuh ala Si Kembar Vina dan Vani
Di Ranah Minang (Sumatera Barat) Rendang terdiri dari banyak ragam, baik racikan bumbu maupun bahan yang dipakai? Ada Randang Talua berbahan telur.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Sriwijaya Post, Theresia Juita
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Siapa tak kenal masakan rendang? Sajian rasa gurih di lidah, membuat makanan tersebut dikenal hingga mancanegara.
Namun, tahukah jika di Ranah Minang (Sumatera Barat) Rendang terdiri dari banyak ragam, baik racikan bumbu maupun bahan yang dipakai?
Ternyata bukan hanya daging sapi atau daging ayam saja yang enak direndang. Tak kalah nikmatnya adalah Rendang atau Randang Talua.
Asalnya dari Payakumbuh, yang terletak di hamparan kaki Gunung Sago dan dialiri tiga sungai, yakni Batang Agam, Batang Lampasi, dan Batang Sinama.
Kota yang pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai gudang kopi, itu memiliki makanan khas yakni Galamai dan Randang Talua.
Proses pembuatan Randang Talua, setelah santan berminyak, masukkan cabe, daun kunyit dan daun jeruk. (Sriwijaya Post/Theresia Juita)
Kedua makanan khas Payakumbuh, bukan hanya menjadi menu khas daerah tersebut. Hampir semua perempuan di kota ini pandai membuat Galamai dan Randang Talua.
Bahkan, kearifan lokal tersebut sudah menjadi salah satu sumber mata rencaharian warga setempat.
Galamai adalah sejenis makanan ringan khas Payakumbuh yang terbuat dari tepung beras ketan, gula aren, dan santan.
Bahan-bahan ini dimasak di dalam kuali dengan api kecil hingga berwarna hitam kecokelatan dan muncul minyak bening yang menggenang di atasnya.
Setelah agak dingin, Galamai dimasukkan dalam cetakan atau plastik.
Di daerah lain di Indonesia, Galamai dikenal dengan nama dodol atau jenang. Namun, Galamai Payakumbuh punya cita rasa lebih gurih dan lembut.
Galamai dan Randang Talua (piring kanan). (Sriwijaya Post/Theresia Juita)
Butuh Delapan Jam
Berbeda dengan rendang lain, Payakumbuh punya rendang khas yang dinamakan Randang Talua.
Dinamakan Randang Talua karena rendang ini memang menggunakan telur sebagai salah satu bahan utama, selain santan, tepung terigu, tepung tapioka, dan bumbu dapur.
Kepada Sriwijaya Post, Senin (11/05/2015), Vina dan Vani, dua saudara kembar yang menekuni usaha "Randang Talua Kembar" di Batu Hampar, Payakumbuh, menjelaskan, dalam sekali memasak Randang Talua, dibutuhkan 60 butir telur dengan 60 butir kelapa.
"Untuk sekali memasak Randang Talua, butuh waktu delapan jam sejak mengaduk telur hingga jadi rendang," ujar Vina, mahasiswi di salah satu perguruan tinggi Kota Padang.
Dijelaskannya, membuat Randang Talua membutuhkan kesabaran agar rendang yang dihasilkan kering dan gurih.
Awalnya puluhan telur dikocok bersama tepung terigu dan tepung tapioka, lalu didadar tipis-tipis.
Setelah itu dipotong kecil-kecil dan digoreng selayang sebelum dicampurkan ke dalam adonan santan, cabe, dan bumbu dapur.
Telur dadar dipotong kecil-kecil, untuk pembuatan Randang Talua. (Sriwijaya Post/Theresia Juita)
"Mengaduk randang tak boleh berhenti, butuh tenaga dan waktu yang lama. Biasa papa yang mengaduk. Usaha "Randang Talua Kembar" ini menjadi bisnis keluarga. Dari usaha inilah papa dan mama berhasil menyekolahkan kami empat bersaudara hingga tingkat perguruan tinggi," ujar Vina dan Vani.
Kedua saudara kembar ini adalah buah hati pasangan Mardison dan Ina. Randang Talua usaha keluarga kecil ini sudah dikenal hingga lintas provinsi.
Konsumennya selain dari Jakarta juga provinsi tetangga. "Dari Muaraenim, ada pelanggan yang sekali pesan 70 kg. Sementara untuk sekali setiap pasar pekan Jumat saja bisa terjual 25 kg," ujar Vina.
Sebetulnya di Payakumbuh bukan hanya Vina-Vani saja membuka usaha ini, namun ada banyak pembuat Randang Talua lainnya.
Namun, Randang Talua buatan keluarga ini memang berbeda, rasanya lebih gurih karena bumbunya meresap hingga ke setiap potongan telur.