Legenda Nini Randa dan Kembang Barenteng, Bunga Khas Kalimantan Selatan
Keberadaan kembang barenteng ini hingga menjadi bagian dari kebudayaan Banjar sejak ratusan tahun lalu. yaitu Nini Randa.
Editor: Mohamad Yoenus
Karena disukai kaum bangsawan, rangkaian bunga itu kemudian kerap dipakai mereka dalam berbagai upacara hingga kemudian menjadi sebuah budaya yang lantas ditiru oleh rakyat.
Nini Randa hidup di hutan itu hingga tua dan memiliki keturunan.
Dia kemudian mengajarkan ilmu merangkai kembang itu ke para keturunannya.
Hingga sekarang, para perajin kembang barenteng itu yang diyakini adalah para keturunan Nini Randa tetap melestarikan kebudayaan ini.
Sepeninggalnya, ada sepenggal cerita mistis juga yang berkembang di sini.
Di waktu-waktu tertentu, arwah Nini Randa menampakkan diri.
"Biasanya mereka yang mencium wangi bunga di waktu menjelang Magrib akan didatangi arwah Nini Randa ini. Ibu saya pernah melihatnya. Katanya, wujudnya seperti nenek bungkuk, tetapi dia tidak mengganggu. Mungkin hanya menjenguk anak keturunannya," tuturnya.
Namun sayangnya, katanya, generasi parentengan yang sekarang sudah tidak begitu akrab dengan legenda ini.
Mereka yang tahu tentang ini hanya kalangan tuanya.
"Dulu waktu saya kecil, cerita ini sering didongengkan oleh ibu saya, agar kami tahu tentang asal usul budaya merangkai kembang khas Banjar ini karena kami ini, warga Pangambangan rata-rata berprofesi sebagai perajin kembang barenteng secara turun temurun," ujarnya.
Dari dulu hingga sekarang, para penjual Kembang Barenteng ini banyak ditemui di pasar-pasar tradisional di Banjarmasin.
Mereka biasanya berjualan di pinggir-pinggir jalan di depan pasar, mereka berjualan dari pagi hingga malam.
Kembang yang dijualnya beragam jenisnya, ada yang berupa rentengan ada juga yang curah.
Harganya yang serenteng besar Rp 25 ribu dan yang curah terserah pembeli maunya beli berapa ribu rupiah.