Monpera Palembang, Saksi Bisu Perang Lima Hari Lima Malam
Bicara tentang objek wisata bersejarah di Palembang, ada sebuah monumen yang wajib dikunjungi, Monpera.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Sriwijaya Post/Rahma Lia
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG - Bicara tentang objek wisata bersejarah di Palembang, ada sebuah monumen yang wajib dikunjungi.
Namanya Monumen Perjuangan Rakyat (Monpera), di Jalan Merdeka atau bersebelahan dengan Masjid Agung Palembang.
Di kalangan masyarakat Palembang, terutama yang mencintai sejarah, Monpera sangat penting artinya.
Sebab, selain bangunannya yang bagus, monumen ini juga menyimpan cerita tentang tragedi penting di masa silam.
Ini adalah contoh pakaian yang dikenakan pejuang Sumsel di masa lalu. (Sriwijaya Post/Rahma Lia)
Di kalangan masyarakat Palembang, tragedy itu dikenal dengan sebutan Perang Lima Hari Lima Malam.
Perang ini terjadi pada 1 Januari hingga 5 Januari 1947 dan merupakan perang tiga matra pertama kali yang terjadi di Indonesia, begitu pula pihak Belanda.
Peristiwa itu melibatkan banyak kekuatan, baik darat, laut, dan udara.
Pada saat itu, Belanda sangat berkepentingan untuk menguasai wilayah Palembang secara total karena Belanda menilai, wilayah Palembang mempunyai potensi yang menguntungkan dari aspek politik, ekonomi, dan militer.
Perang lima hari lima malam tersebut, memicu bangkitnya rasa nasionalisme masyarakat yang tidak mau Kota Palembang diambil Belanda.
Harga diri sebagai negara yang merdeka, membuat masyarakat khususnya di wilayah Sumsel, terus menggelorakan semboyan "merdeka atau mati" selama perang terjadi.
Foto-foto pejuang di masa lalu dipajang di dinding beberapa ruangan Monpera Palembang. (Sriwijaya Post/Rahma Lia)
Awal mula perang terjadi ketika pasukan sekutu masuk Kota Palembang pada 12 Oktober 1946 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Carmichael.
Melihat adanya pasukan yang masuk ke wilayah RI khususnya di Palembang, membuat pemerintah memberikan izin untuk mendiami wilayah Talang Semut.