Uniknya Mayasvi, Ritual Hormat Dewa di Taiwan, Busana Kulit Binatang, Bulu Burung dan Kerang
Inilah uniknya ritual menghormat dewa di Taiwan bernama Mayasvi. Busananya berbahan kulit binatang, bulu burung dan kerang.
Editor: Agung Budi Santoso
TRIBUNNEWS.COM - Begitu turun dari bus di Desa Tfuya, Alishan, Chiayi, Taiwan, kami melihat telah banyak orang berkumpul di sekitar rumah adat suku Tsou.
Trotoar dari mana orang bisa memandang ke halaman besar rumah adat yang disebut kuba di bawah, telah disesaki orang yang menenteng berbagai jenis kamera.
Satu sisi halaman juga dipenuhi orang yang duduk di tempat berundak. Kami dibawa ke tempat duduk tamu kehormatan, lalu diperkenalkan kepada kepala suku Tsou, Alishan.
Beruntung sekali kami—rombongan wartawan negara-negara Lingkar Pasifik yang diundang oleh Pemerintah Taiwan—bisa menyaksikan dan ambil bagian dalam mayasvi.
Kaum lelaki satu demi satu meninggalkan gelanggang, dengan kaum perempuan meneruskan nyanyian dan tarian, sambil mengalihkan pengetahuan tradisi dan sejarah lintas generasi (Kompas/ Diah Marsidi)
Ini adalah ritual suku Tsou, salah satu dari 16 suku asli Taiwan, yang sering disebut sebagai Upacara Perang, ritual menghormati para dewa dan prajurit suku.
Para anggota suku berpakaian tradisional. Kaum prianya mengenakan hiasan kepala ikat kepala merah berhiaskan kerang-kerang, bulu beruang hitam, dan bulu burung.
Betis mereka berbalut kulit binatang, sedangkan bagian atas kostum mereka berwarna merah, kadang ditutup dengan semacam rompi juga dari kulit binatang.
Penggunaan kulit binatang, bulu burung, dan kerang itu memperlihatkan budaya berburu yang kuat di kalangan suku yang kini berkekuatan lebih dari 6.000 orang itu.
Wilayah jelajah mereka pun mulai dari pegunungan sampai ke pesisir.
Kaum perempuannya berkostum warna-warni, dengan bagian atas dominan warna biru.
Celana panjang mereka hitam bergaris-garis putih, senada dengan rok mereka. Hiasan kepala mereka juga warna warni.
Dalam mayasvi, prajurit suku melakukan ritual memperingati perang-perang masa lalu dan ”melapor” pada para dewa dan memanggil Dewa Perang dan Dewa Kehidupan untuk turun dari langit dan memberkati rakyat dengan kemakmuran dan kemenangan.
Khusus lelaki
Festival ini memberikan tekanan kepada kaum lelaki suku, mulai dari bayi laki-laki sampai para tetua. Ritual diadakan di dalam kuba, rumah tradisional tempat kaum lelaki berkumpul.