Tradisi Meugang, Hari Makan Besar di Aceh
Menjelang hari puasa, seluruh warga yang berdiam di provinsi paling barat Indonesia tersebut menggelar makan bersama.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati
TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Sebagai daerah berjuluk Serambi Mekkah, Aceh mempunyai tradisi khusus menyambut bulan suci Ramadan.
Menjelang hari puasa, seluruh warga yang berdiam di provinsi paling barat Indonesia tersebut menggelar makan bersama.
Makan bersama atau yang dalam bahasa lokal disebut Meugang tersebut merupakan tradisi yang sudah diwariskan secara turun temurun sejak masa kesultanan Aceh.
Hingga kini tradisi yang telah mengakar tersebut masih terawat dengan baik.
Jika anda ingin merasakan tradisi berbalut ritual agama tersebut, maka datanglah pada H-1 atau H-2 Ramadan.
Pada hari itu seluruh rakyat Aceh, tua-muda, miskin-kaya memasak daging khusus untuk dimakan beramai-ramai bersama anggota keluarga.
Kelompok masyarakat yang ada di dalamnya pun tak ketinggalan menggelar makan besar.
Mereka urun-urunan membeli sapi atau kerbau untuk dimasak dan dimakan beramai-ramai.
Unik. Meugang merupakan hari suka cita bagi rakyat Aceh.
Pada hari itu kita akan membaui aroma rupa-rupa olahan daging seperti rendang, tumis, kuah asam keu’eung, dan lain-lain yang ditebarkan dari rumah-rumah.
Riwayat Meugang
Dalam TAH Islamic Manuscript Collection seperti yang dituturkan oleh Tarmizi A Hamid, seorang kolektor naskah kuno, Sultan Aceh secara turun temurun memerintahkan Qadi Mua’zzam Khazanah Balai Silatur Rahmi mengambil dirham, kain-kain, kerbau, dan sapi untuk dipotong di hari Meugang.
Kesemuanya itu lantas dibagi-bagikan kepada fakir miskin, dhuafa, dan orang cacat masing-masing daging, uang 5 mas, dan 6 hasta kain melalui kepada desa.
Kebijakan tersebut termaktub dalam Qanun Meukuta Alam Bab II pasal 47.
Hal itu merupakan cara Sultan menolong rakyatnya yang hidup melarat sehingga sama-sama bisa menyambut Ramadan dengan hati nan riang.
Harga Melambung
Tradisi itu lestari hingga kini. Pada hari menjelang Ramadan tiba, di seluruh penjuru Aceh pasar-pasar tradisional dan pedagang daging kagetan menggelar lapak mulai subuh.
Meskipun harga daging melambung hingga Rp 170.000 per Kg, namun warga tak henti mengalir ke tempat itu.
Penjual memasok sapi dan kerbau dari berbagai pelosok untuk kemudian disembelih dalam jumlah yang terbilang massal.
Laku keras. Meugang menjadi masa panen raya bagi pedagang.
Jika anda bukan penyuka daging sapi, maka daging ayam atau bebek hadir sebagai alternatif.
Seekor ayam yang sudah dibersihkan dijual seharga Rp 50.000, sementara bebek dihargai Rp 60.0000–Rp 65.000 per ekor.
Di pasar-pasar tradisional, keberadaannya menyusup di antara potongan-potongan daging sapi yang menggunung.
Tak ada ruginya melawat ke Aceh untuk menengok langsung cara warga menyambut ritual religi dalam balutan tradisi.
Terlebih lagi bagi anda penikmat olahan daging.
Anda bisa memanjakan lidah dan makan sepuasnya dengan kuliner khas Aceh yang dikenal kaya bumbu dan rempah.
Rasanya semakin nendang dengan keberadaan cabai yang menjadi bumbu ‘wajib’ hampir di semua masakan.
Datang dan rasakan bedanya.