Kisah-kisah Misterius Al-Wahhab Bontang, Masjid Berusia 220 Tahun
Pada malam hari masjid tua itu tampak mengeluarkan cahaya. Padahal di sekitar lokasi masjid tak ada sinar lampu, tidak ada penduduk.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Andre Dohang
TRIBUNNEWS.COM, BONTANG - Sekilas tidak ada yang istimewa dari Masjid Al-Wahhab yang terletak di wilayah Kelurahan Api-Api Bontang Kuala, Kalimantan Timur (Kaltim).
Lokasinya yang agak tersembunyi, di pinggir anak sungai Bontang Kuala, membuat masjid ini nyaris tidak terlihat dari pinggir jalan.
Untuk memasuki masjid, jemaah harus melewati jembatan ulin yang oleh warga dan pengurus masjid setempat dinamai titian shirataal mustaqim.
Berdiri sejak medio 1789 Masehi, Masjid Al-Wahhab menjadi saksi bisu perkembangan Islam di Kota Bontang.
Jembatan Masjid Al-Wahab, di Kelurahan Api-Api Bontang Kuala, Kalimantan Timur. (Tribun Kaltim/Andre Dohang)
Dari penuturan sejumlah sesepuh sekitar, Masjid Al-Wahhab diperkirakan sudah berusia 220 tahun.
Kala itu diketahui merupakan masa kejayaan Kesultanan Kutai Ing Martadipura yang berpusat di Tenggarong, Kutai Kartanegara (Kukar).
Sebagai bagian dari salah satu simbol sejarah, peran Masjid Al-Wahhab juga tidak lepas dari perjalanan agama Islam di Kota Taman.
Letaknya berada di sisi anak Sungai Api-Api yang membelah Bontang.
Menariknya, ada banyak cerita-cerita tentang Masjid Al-Wahhab ketika kondisinya sempat tidak terurus hingga nyaris roboh.
Salah satunya adalah karomah dari Masjid Al-Wahhab ini konon kerap mengeluarkan cahaya pada malam hari.
Padahal di sekitar Masjid Al-Wahhab kala itu tak ada listrik alias cahaya.
Jangankan pelita, rumah penduduk saja saat itu nyaris tak ada.
Petugas ta’mir Masjid Al-Wahhab, Iwan Susanto mengisahkan, dari cerita turun-temurun mengatakan masjid ini didirikan oleh sejumlah perantau dari Suku Bajau, Bugis, dan Kutai yang bermukim di pesisir Bontang.
Bagian dalam Masjid AL-Wahhab Bontang. (Tribun Kaltim/Andre Dohang)
Konon, Kesultanan Kutai Ing Martadipura kala itu juga memberikan tanah kepada para perantau ini untuk mengelola lahan.
Karena para perantau ini adalah muslim, mereka kemudian mendirikan masjid persis di sisi anak Sungai Api-api yang bermuara ke Selat Makassar.
Dulunya, anak Sungai Api-Api ini lebar dan dalam. Airnya pun jernih.
Namun seiring perubahan zaman, anak Sungai Api-Api mengalami pendangkalan dan penyempitan.
Tak butuh waktu lama kabar berdirinya Masjid Al-Wahhab di Kelurahan Bontang Kuala, Kecamatan Bontang Utara, langsung menyebar luas di seantero bumi etam.
Ketika itu, setiap Salat Jumat banyak jemaah dari jauh yang datang dengan menggunakan perahu.
Di antaranya Santan Kutai Kartanegara, hingga pesisir Kutai Timur (Kutim) yang jaraknya lebih dari 100 kilometer dari Masjid Al-Wahhab.
“Jadi bisa dikatakan masjid ini merupakan tonggak awal perkembangan Islam di Bontang dan wilayah sekitarnya,” ungkap Iwan.
Dari sisi arsitektur, Masjid Al-Wahhab, mengadopsi beragam bangunan arsitektur masjid di Indonesia. Mulai arsitektur masjid Demak, Bugis, Kutai dan Banjar.
Perpaduan ini diyakini tercipta lantaran Masjid Al Wahhab dibangun oleh para perantau dari beragam suku.
“Jadi bangunan ini merupakan simbol keragaman suku yang disatukan dalam Islam,” katanya.
Kini setelah beberapa kali renovasi, Masjid Al-Wahhab telah menjadi kebanggaan warga Kota TAMAN.
Eksitensi Masjid Al-Wahhab sebagai tonggak sejarah berdirinya Kota Bontang tak terbantahkan.
Tidak salah jika dalam perjalanannya pihak pemerintah mematrikkan jargon Bontang sebagai Kota TAMAN, yakni Tertib, Agamis, Mandiri, Aman, dan Nyaman.
Saat Bulan Suci Ramadan tiba, kegiatan di Masjid Al-Wahhab cukup padat.
Misalnya pengurus masjid mengadakan ikhtikaf dan menyediakan makanan sahur dan buka puasa bagi seluruh jemaah.
Karena sejarahnya ini, perwakilan Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia sudah melakukan kunjungan langsung ke Masjid Al-Wahhab.
Rencananya, masjid tertua di Kota Bontang ini akan dimasukkan dalam direktori masjid bersejarah di Indonesia.
“Nantinya, Masjid Al-Wahhab ini akan masuk ke dalam direktori masjid bersejarah di Indonesia,” ungkapnya.
Mangga di depan Masjid Al-Wahhab. (Tribun Kaltim/Andre Dohang)
Sempat Ditinggal Jemaah
Sejarah Masjid Al-Wahab sebagai pusat perkembangan Islam pertama di Kota Bontang, sempat mengalami masa suram.
Sekitar tahun 1960-an, masjid yang sudah berusia 2 abad tersebut nyaris roboh lantaran ditinggal oleh jemaahnya.
Sekretaris takmir Masjid Al-Wahhab, Iwan Susanto menuturkan sekitar tahun 1960-an terjadi pergeseran penduduk dari pesisir menuju daratan.
Perpindahan ini berdampak pada eksistensi Masjid Al-Wahhab.
Perlahan masjid tertua ini mulai ditinggalkan jemaahnya seiring kemunculan puluhan masjid baru di tengah kota.
Akibatnya bangunan masjid yang terbuat dari papan kayu mulai keropos.
Atapnya yang terbuat ulin sebagian terlepas hingga menyisakan rongga. Kesan mistis pun tak terhindarkan.
Lokasi Masjid Al-Wahhab yang berada persis di samping makam muslim serta dikelilingi rawa dengan rerumputan tinggi menambah kesan angker.
Konon kabarnya, saat tak terurus itulah masjid ini seolah ‘memanggil’ minta diperbaiki.
Banyak kejadian mistis terjadi saat masyarakat melintas di dekat Masjid Al-Wahhab.
Sebagian seperti suara adzan yang berkumandang padahal kondisi masjid sedang kosong.
Hingga pada malam hari masjid tua itu tampak mengeluarkan cahaya. Padahal di sekitar lokasi masjid tak ada sinar lampu, tidak ada penduduk.
Kadang-kadang bahkan ada suara takbir kami dengar.
“Ada juga yang mendengar banyak kegiatan di Masjid Al-Wahhab. Seperti sedang ada kegiatan pengajian. Padahal ketika ditengok di dalamnya, tidak ada satu pun jemaah dalam masjid,” ucap Iwan.
Para tetua dan pemuka kampung menafsirkan pertanda gaib dari Masjid Al-Wahhab, untuk kembali merawat dan menghidupkan aktivitas ibadah.
Hingga kini kegiatan renovasi dan perbaikan terhadap wujud fisik Masjid Al-Wahhab terus dilakukan.
Namun demikian, masyarakat setempat sepakat tidak mengubah bentuk aslinya.
Empat pilar utama yang berdiri kokoh di tengah masjid adalah peninggalan Masjid Al-Wahhab di masa lampau.
Hanya ada penambahan di sisi Masjid Al-Wahhab untuk kegiatan jemaah, termasuk keberadaan menara Masjid Al-Wahhab.
“Semuanya kami pertahankan bentuk asli hingga atap kami pertahankan. Bagian utama masjid kita perbaiki dengan kayu ulin, kayu asli Kalimantan. Kayu yang dulu juga dipakai untuk membangun masjid ini,” kata Iwan.
__._,_.___