Masjid dan Makam Tgk Lambaet, Bireuen, Aceh, Ada Misteri yang Belum Terungkap hingga Kini
Tak seperti situs-situs ulama lainnya, informasi minim dan tak adanya penulisan tahun arab yang tertera di kedua peninggalan sejarah itu.
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, BIREUEN - Tepat pilihan anda bila memanfaatkan waktu akhir pekan dengan wisata religi di bulan Ramadhan seperti ini.
Kali ini, kami berkesempatan menyambang Situs Makam dan Masjid Tgk Lambaet.
Tak seperti situs-situs ulama lainnya, informasi minim dan tak adanya penulisan tahun arab yang tertera di kedua peninggalan sejarah itu.
Asnawi, memperlihatkan tembok makam Tgk Lambaet di Desa Aweu Geutah Paya, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Aceh, yang terbuat dari bebatuan sungai yang direkatkan dengan putih telur. (Desi Safnita/Kompas.com)
Akibatnya, kami kesulitan mengungkap sejarah yang terletak di Desa Aweu Geutah Paya, Kecamatan Peusangan Siblah Krueng, Kabupaten Bireuen, Aceh.
Selain itu, letak makam yang jauh dari rumah penduduk serta ditutupi rimbunnya pepohonan, menjadikan situs itu jarang dikunjungi oleh warga pendatang yang tidak mengetahuinya.
Beruntung, penulis mendapat sejumlah informasi dari tokoh masyarakat setempat yang juga pendiri Pondok Pesantren Tgk Lambaet yang berada tak jauh dari lokasi.
Asnawi, demikian namanya disapa, mengisahkan tentang makam dan masjid merupakan peninggalan Tgk Malem Puteh atau lebih dikenal dengan panggilan Tgk Lambaet.
Keberadaan Tgk Lambaet di Desa Awe Geutah Paya, diakuinya jauh sebelum Belanda masuk ke Aceh.
Nama Lambaet sendiri saat ini dikenal sebagai sebuah desa di Kabupaten Aceh Besar, Aceh.
”Kebiasaan masyarakat pada masa itu untuk menyebut nama sosok dihormati sebagai guru, dengan menyebut asal daerah dari sosok tersebut,” kata Asnawi.
Kedatangan Tgk Lambaet ke Desa Awee Geutah Paya diketahui guna mengajarkan Al Quran dan pengetahuan agama Islam lainnya kepada penduduk setempat.
Di sana pula akhirnya ia meninggal dan dimakamkan yang dibuktikan dari makam yang memiliki nisan batu besar dan dikelilingi tembok berukuran 4x5 meter.
Uniknya, tembok itu dibuat menggunakan bebatuan sungai yang direkatkan menggunakan putih telur.
”Bangunan ini belum pernah dipugar kecuali atapnya sudah diganti seng itu pun sudah lama sekali makanya kondisi terakhirnya begini,” jelas lelaki paruh baya itu.
Mengunjungi sisa-sisa fondasi masjid yang berjarak 100 meter dengan makam, penulis mengamati luas bagian dalam masjid tempat diperkirakan 660 cm x 660 cm persegi.