Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menatap Samudera Hindia Dari Puncak Benteng Warisan Jepang di Pulau Weh, Sabang

Pulau Weh di Sabang menyimpan banyak kekayaan wisata sejarah. Dari sebuah benteng warisan Jepang, wisatawan bisa memandang Samudera Hindia.

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Menatap Samudera Hindia Dari Puncak Benteng Warisan Jepang di Pulau Weh, Sabang
Serambi Indonesia/ Nurul Hayati
Anoi Itam, satu-satunya pantai berpasir hitam dengan batuan karang di Sabang 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia, Nurul Hayati

TRIBUNNEWS.COM, BANDA ACEH - Selain menyuguhkan panorama pantai nan ekstotis, Pulau Weh, Sabang, juga menyimpan kekayaan sejarah.

Kekayaan sejarah itu berwujud benteng pertahanan yang dibangun oleh Jepang saat perang Aceh berkecamuk.

Hingga kini jejak benteng di tepi laut tersebut bisa kita lihat di Desa Anoe Itam, Sabang.

Jika anda melancong ke daerah ujung barat Indonesia tersebut, maka jangan lewatkan kesempatan melihat saksi heroiknya warga ‘Tanah Rencong’ mengusir penjajah.

Benteng itu terletak di atas pungung bukit dan menghadap langsung ke Samudera Hindia.


Wisatawan berpose di turunan bukit di benteng Jepang, menghadap langsung ke Samudera Hindia (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)
BERITA TERKAIT

Di sini kita bisa melepas pandang menatap lautan nan biru sejauh mata memandang.

Jika perasaan ingin lebih dekat dengan alam yang anda cari, maka Anoe Itam hadir sebagai salah satu jawaban.

“Sabang membuat kita merasa tak cukup datang sekali dan selalu ingin kembali,” begitu rata-rata komentar pelancong yang pernah kemari.

Menuju Lokasi

Terletak sekitar 13 KM dari pusat Kota Sabang, sepanjang jalan menuju Anoe Itam diapit oleh hijau bebukitan dan lautan biru yang membentang. Tak sulit mencapai lokasi wisata ini karena keberadaan petunjuk jalan cukup membantu.

Anoe Itam bermakna pasir hitam, konon penamaan tersebut lantaran di situlah satu-satu pantai di Pulau Weh yang berpasir hitam. Padahal Sabang terkenal dengan pasirnya yang putih dan lautnya yanG jernih biru kehijauan.

Perjalananan ke Anoe Itam diawali dengan berkendera sekitar 30 menit. Meskipun berliku dan sesekali menanjak, namun perjalanan terasa nyaman lantaran jalanan mulus teraspal dan terbilang sepi dari lalu lalang kendaraan.

Lokasi wisata ini ditandai dengan keberadaan sebuah bunker bawah tanah berikut sepucuk meriam yang terletak tepat di puncak bukit.

Untuk menuju kemari kita harus menapaki puluhan anak tangga terjal. Cocok bagi mereka yang jarang berolah raga karena lintasan tersebut cukup membuat napas tersengal.

Untuk itu disarankan membawa perlengkapan seperlunya saja.


Wisatawan menikmati panorama di turunan bukit benteng Jepang, dari jauh tampak gugusan Bukit Barisan (Serambi Indonesia/ Nurul Hayati)

Namun agar tak berpanas-panas ria setiba di atas puncak bukit, ada baiknya membawa serta pelindung berupa topi atau kacamata.

Semua itu terbayar lunas tatkala sampai di puncak bukit dan melepas pandang menatap Samudera Hindia yang biru membentang.

Jika cuaca sedang cerah, kita juga bisa melihat gugusan Bukit Barisan yang menghijau di kejauhan.

Wisata Anoi Itam

Anoi Itam memiliki keunikannya tersendiri yang tidak dimiliki oleh pantai lain di Pulau Weh, yaitu jenis pasirnya yang berwarna hitam.

Sesuai dengan namannya ‘Anoi’ bermakna pasir dan ‘itam’ bermakna hitam. Butiran pasirnya lebih besar, tapi tidak kasar. Anoi Itam diselubungi bukit-bukit kecil yang sanggup didaki.

Sekeliling pantainya adalah batuan karang dengan air jernih bagaikan cermin raksasa. Tempat wisata ini jauh dari hiruk pikuk dan tersembunyi di balik bebukitan.

Debur ombak yang tenang dengan semilir angin yang lembut membelai terasa melenakan. Tempat ini menawarkan sensasi lebih dekat dengan alam yang mendamaikan jiwa sekaligus menenteramkan pikiran.

Rujak Sabang

Selain benteng Jepang dan pantainya yang jernih lagi berkarang, di sinilah tempat rujak Sabang yang kesohor.

Tak perlu takut keroncongan karena di Anoi Itam banyak terdapat kafe yang menawarkan makanan dan tentu saja minuman pelepas dahaga.

Kafe-kafe itu menyerupai pondok dan dibangun setengah terbuka dengan view menghadap langsung ke pantai.

Sambil menyesap hawa pantai, anda bisa sekalian memanjakan lidah dengan mencicipi rujak Sabang. Rujak Sabang terkenal dengan bumbunya yang kental dan taburan kacang tanah.

Menawarkan rasa pedas dan gurih, serta tentu saja rasa asam manis dari buah-buahan dalam rujak. Cukup membayar Rp 8.000 – Rp 10.000 anda sudah bisa merasakan nikmatnya rujak Sabang.

Kelapa muda bisa menjadi teman yang cocok untuk acara santap rujak.

Kesegaran khas buah asli hutan tropis ini menetralisir ‘ramainya’ rasa rujak.

Di sini Anda juga bisa menyesap kopi Aceh yang harumnya menebar kemana-mana.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas