Ini Wajah Al-Quran dari Kulit Unta Abad 17 di Kampung Bugis Serangan Bali
Al-Quran yang diperkirakan ada sejak abad ke-17 masih tersimpan di Bali.
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina Siahaan
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Al-Quran yang diperkirakan ada sejak abad ke-17 masih tersimpan di Bali.
Jika anda berkunjung ke Bali dan penasaran dengan kitab ini, tidak ada salahnya berkunjung ke Kampung Bugis.
Lembar demi lembar Al-Quran kuno milik Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Bali ini sudah tampak sangat rapuh.
Al-Quran yang menurut cerita masyarakat setempat, sudah ada dari abad ke-17 ini, kini disimpan dengan rapi dalam satu kotak kaca, di salah satu rumah warga Kampung Bugis Serangan.
Menurut salah seorang sesepuh Kampung Bugis, Haji Mansyur, keberadaan Al-Quran ini telah ada sejak zaman dahulu.
Al-Quran kuno milik Kampung Bugis, Serangan, Denpasar, Bali. (Tribun Bali/Cisilia Agustina Siahaan)
Tidak ada data waktu pastinya.
Bahkan, menurut cerita yang ia dapatkan dari para leluhurnya, Al-Quran ini sudah ada saat pertama kali kaum Bugis datang ke kampung ini.
Hal tersebut mereka perkirakan dari tulisan aksara Bugis yang tercantum pada batu nisan kuburan yang ada di kampung ini.
"Dari awal kedatangan masyarakat Bugis di Bali. Dibawa oleh seorang tokoh, namanya Saehaji Mu'min dari Ujung Pandang, yang kabur dari tempat asalnya saat zaman penjajahan VOC, makamnya pun ada di kampung ini. Menurut peneliti, berdasarkan ukiran dan apa yang tercantum di batu nisan kuburan, ada petunjuk ini telah ada sejak abad ke-17," ujar Haji Mansyur kepada Tribun Bali.
Pertama kalinya, Al-Quran ini diletakkan di Masjid Assyuhada.
Menurut Haji Mansyur, Saehaji Mu'min ini juga yang menjadi penggagas berdirinya Masjid Assyuhada.
Berdasarkan cerita masyarakat setempat di sini, pembangunan masjid tersebut merupakan bentuk hadiah Raja Badung kepada Saehaji Mu'min, yang sukses membantunya memenangkan perang pada masa peperangan dahulu.
Namun, karena adanya perombakan dan renovasi masjid, Al-Quran kuno dengan cover yang terbuat dari kulit onta ini kemudian dipindahkan ke salah satu rumah warga, yang juga merupakan imam di Kampung Bugis Serangan.
Selain itu, ini juga dilakukan karena faktor keamanan untuk Al-Quran itu sendiri.
"Ya, dari segi keamanan juga. Soalnya ini kan peninggalan bersejarah. Takutnya hilang ada yang jahil atau bagaimana. Karena ada beberapa kali ada kejadian kehilangan juga di masjid ini," ujar Usman, salah seorang warga Kampung Bugis Serangan.
Setiap tahun sekali, Al-Quran tersebut dikeluarkan.
Yakni dalam tradisi yang disebut megelicik Quran.
Tepatnya, tradisi ini dilakukan setiap bulan Muharram dalam penanggalan Islam, yakni pada tanggal 9 dan 10 Muharam.
Pada tanggal 9 Muharam, megelicik Quran yang dimaksud adalah berkeliling kampung sambil membawa Al-Quran kuno tersebut.
"Tujuan megelicik qu'ran ini adalah sebagai penolak bala. Jadi, zaman dahulu kampung ini banyak didatangi wabah penyakit. Kemudian dilakukanlah tradisi ini oleh para leluhur yang terus dilanjutkan hingga saat ini. Dan alhamdulilah, sejak itu, tidak adalagi wabah yang datang ke sini," ujar Haji Mansyur.
Sebanyak 3 keliling, megelicik Quran ini dilakukan oleh para warga kampung, khususnya para pria.
Prosesi ini dimulai dari area Masjid kemudian menuju ke utara.
Nanti, setiap di sudut, mereka akan melakukan adzan.
Sementara pada tanggal 10 Muharam, digunakan warga Kampung Bugis Serangan untuk syukuran bersama-sama.
"Yang nanti berkeliling dari kalangan pria-prianya sambil baca doa-doa dan menyanyikan shalawat. Dan, al quran ini yang membawanya adalah para anak laki-lakinya," ujar Usman.
Dulunya ritual ini, menurut Haji Mansyur, dilakukan mulai tanggal 7 Muharam.
Dilakukan sebanyak 3 kali dengan satu putaran per harinya.
Namun, seiring perkembangan waktu dan untuk efisiensi, dilakukan dalam satu hari tanpa mengurangi tahapan-tahapan prosesinya.