Tanah Makam Habib Basirih Terus Meninggi, Bikin Turis Spanyol Terheran-heran
Jika di air, dia sering berendam di sungai dan sumur sambil berzikir untuk waktu yang lama.
Editor: Mohamad Yoenus
"Pas ditanya warga, kakek saya menjawab kalau dia sedang menolong seorang kapten kapal yang kapalnya hendak karam. Warga memandangnya aneh dan tak masuk di akal. Ajaibnya, beberapa waktu kemudian, sang kapten datang menemui kakek saya dan mengucapkan terima kasih atas pertolongannya dia tak jadi ikut tenggelam bersama kapalnya. Aneh kan? Padahal kapten itu di Jawa Timur sana berteriak meminta tolong sementara kakek saya di sini di Banjarmasin," ceritanya.
Keanehan lainnya terjadi saat zaman pendudukan Jepang di Kalimantan Selatan.
Tiba-tiba saja Habib Basirih berujar bahwa seorang haji bernama Haji Umar akan manabas (Bahasa Banjar, artinya memotong) di masjid.
Orang-orang menafsirkan manabas di sini adalah bakal ada seorang haji bakal memotong rumput di masjid, sebab kata manabas biasanya identik dengan aktivitas memotong rumput untuk membersihkan tempat.
"Kata kakek saya, ada Haji Umar handak manabas di masigit (sebentar lagi bakal datang Haji Umar hendak memotong di masjid)," katanya.
Tak lama kemudian, memang ada seseorang mengaku bernama Haji Umar Faisal datang ke masjid-masjid di Banjarmasin untuk memotong, namun bukan memotong rumput tetapi memotong kepala-kepala para pemuka agama Islam dan tokoh masyarakat yang menentang pendudukan Jepang.
Tempat kejadian pembunuhan itu di banyak masjid di Banjarmasin.
Setelah diusut, ternyata Haji Umar Faisal adalah seorang Jepang yang sedang menyamar.
Misinya adalah membunuh para ulama dan tokoh masyarakat Kalimantan Selatan yang menentang perintah Pemerintah Jepang untuk murtad dan menyembah matahari.
"Jadi, kakek saya itu memiliki indera keenam yang tajam. Dia sudah tahu duluan tentang kedatangan Haji Umar Faisal itu tetapi dia menyampaikannya ke masyarakat dengan kata-kata kiasan. Banyak warga yang tak paham maksudnya dan mereka baru mengerti setelah kejadian pembantaian itu," ujarnya.
Habib Basirih merupakan anak seorang pria Arab dari Hadramaut, Yaman Selatan yang menikah dengan perempuan Banjar.
Habib Basirih menikah dengan perempuan Banjar bernama Syarifah Sya'anah dan memiliki empat anak.
Dia wafat di usia 90 tahun sekitar puluhan tahun silam.
Sejak dia meninggal dunia hingga sekarang, makamnya selalu diziarahi orang dan dianggap keramat.
Seorang peziarahnya adalah Ipah dari Kintap, Kabupaten Tanahlaut, Kalimantan Selatan.
Dia datang membawa ibunya yang sedang sakit.
"Usaha aja, siapa tahu dengan berdoa dan berziarah ke makam Habib Basirih penyakit ibu saya sembuh. Tadi, kami minta airnya juga, semoga bisa bermanfaat buat ibu saya," ujarnya.
Lokasi makam ini cukup jauh dari pusat Kota Banjarmasin.
Karena lokasinya di pelosok pinggiran Banjarmasin, tak ada kendaraan umum lewat sini.
Mau kemari, bisa dengan kendaraan pribadi atau umum seperti becak, bajaj atau ojek.
Biasanya, para pengemudi becak, bajaj dan ojek sudah sangat hafal dengan tempat ini.
Jika menggunakan kendaraan pribadi, bisa berkendara sekitar 30-40 menit dari pusat Kota Banjarmasin.
Rutenya, jika dari arah luar kota melalui Jalan A Yani, di sekitar kilometer dua belok kanan ke Jalan Pangeran Antasari.
Setelah ada perempatan lampu merah dekat Masjid Agung Miftahul Ihsan dan Pasar Sentra Antasari ambil jalan ke kiri ke Jalan KS Tubun.
Terus saja sekitar dua kilometer, belok kiri ke Jalan 9 Oktober.
Ada pertigaan, ambil ke kiri, terus saja, lalu ada pertigaan Jalan Gubernur Soebarjo, ada Jembatan Basirih, naik saja ke jembatan itu.
Setelah turunan, belok kanan masuk ke Jalan Keramat Basirih.
Lurus saja, sekitar 600 meter, ada lokasi makam ini di sebelah kanan jalan.
Lokasi makam ini di bantaran Sungai Martapura.