Pesona Desain Arsitektur Masjid Kayu Tuatunu di Pangkalpinang yang Bergaya Melayu Zaman Dulu
Desain arsitektur Masjid Kayu Tuatunu di Pangkalpinang yang bergaya Melayu zaman dulu memesona banyak orang.
Editor: Agung Budi Santoso
Laporan Wartawan Bangka Pos, Alza Munzi
TRIBUNNEWS.COM, BANGKA - Sebuah masjid berbahan kayu berdiri kokoh di tengah hutan Tuatunu, Kota Pangkalpinang.
Masjid itu berbentuk khas Melayu masa lalu, mirip musola atau langgar di perkampungan.
Pepohonan hutan kelekak mewarnai pemandangan di sekitar masjid. Gemericik air yang mengalir di sejumlah kolam, menambah suasana nyaman berada di tempat itu.
Sebuah tempat bernama Kelekak Community adalah impian Hery Thalib (47), sejak beberapa tahun lalu.
Masjid seluas 12x12 meter itulah, yang menjadi pusat Kelekak Community memulai impian pria kelahiran Pangkalpinang itu.
Gemericik air di kolam sekitar Masjid Kayu Tuatunu di Pangkalpinang menambah asri suasana (Bangka Pos/ Alza Hipni)
"Ada 2,5 hektare lahan saya beli dua tahun yang lalu. Dulu ini kelekak atau hutan berisi tanaman durian, manggis, rambutan dan pohon-pohon hutan lainnya. Ada juga sungai kecil. Karena saya bergerak di bidang umrah dan haji, maka membuat lokasi manasik yang nyaman dan ada unsur wisata," kata Hery.
Dia akan menjadikan hutan kampung menjadi tempat wisata religi, wisata pendidikan dan wisata budaya yang menyenangkan untuk dikunjungi. Masjid yang telah dia wakafkan itu, digunakan untuk pusat kajian keagamaan.
Setiap malam Jumat, LDK STIE Pertiba rutin menggelar kajian Islam multimedia.
"Pesertanya mahasiswa-mahasiswi di Bangka. Malam Sabtu, ada kajian fiqih sehari-hari. Malam minggu, Mabit SMKN 2 Pangkalpinang, tahfiz quran. Ada kajian Alquran, konsep one day one ayat atau menghapal satu ayat setiap hari dan pesertanya kalangan umum. Hari Minggu, majelis Ad Dhuha, jam 8 pagi sampai jam sepuluh pagi," jelas bapak dua orang putri ini.
Hery juga bergiat mempertahankan budaya Bangka di dalam Kelekak Community termasuk alat-alat khas Bangka dan permainan khas Bangka.
Saat ini, dia baru berhasil mengumpulkan alat penumbuk padi, sarung parang, kereta surong, sapu sabut, penggiling beras dan tudung saji.
Tidak hanya itu, pria yang biasa memandu haji dan umrah ini, juga memelihara ikan yang biasa ada di kelekak seperti tepuyuh, julung-julung, gabus atau delek.
Masjid Kayu menjadi tujuan wisata alternatif, jika kebetulan berkunjung ke Pangkalpinang.
"Tumbuhan khas Bangka, keraduduk, keramunting, rumbia, nasi-nasi, apa saja saya tanam. Kalau masih tumbuh saya pertahankan. Tidak membuang dan menebang pohon yang sudah ada. Konsep Bangka zaman dulu, ada suasana Melayu yang saya inginkan. Kepuasaan saya bukan materi," ungkapnya.
Komposisi dominan kayu pada Masjid Tuatunu di Kota Pangkalpinang (Bangka Pos/ Alza Hipni)
Hery memastikan tempat yang dikelolanya bukan untuk kepentingan bisnis. Dia hanya ingin suasana kampung Bangka tempo dulu hadir di Kelekak Community.
"Hanya ada biaya perawatan, bukan untuk komersil. Silakan datang, asal tidak membakar, menebang, merusak yang sudah ada. Apalagi yang ingin memakmurkan masjid, sangat terbuka lebar. Saya anggap lokasi ini baru 30 persen, dalam proses pengembangan," katanya.
Untuk mencapai Kelekak Community, dari Masjid Raya Tuatunu cukup 4 km saja, melewati hutan karet dan semak belukar. Lokasi itu juga berdekatan dengan kampus UBB sekitar 1,4 km, termasuk Sekolah Polisi Negara (SPN) Teluk Bunter.
Bangka Tempo Dulu
Hery adalah anak tertua di dalam keluarganya. Bersama enam adiknya, masa kecil mereka dihabiskan di Kota Pangkalpinang yang masih kental suasana kampung.
Tamat SMP, Hery sudah keluar Bangka dan memilih sebuah SMA di Bandung. Pahit getir kehidupan, dilakoni pria yang kini sudah 14 tahun mengelola travel umrah.
Pernah kuliah di Bandung dan Jakarta, namun berhenti di tengah jalan. Kesulitan ekonomi memengaruhi jalan hidupnya menempuh pendidikan tinggi.
Apalagi, pada masa-masa itu, ayah sebagai tulang punggung keluarga meninggalkan mereka untuk selama-lamanya. Jadilah Hery harus berjuang melawan himpitan ekonomi yang dialaminya.
Masa-masa itu pula, dia menemukan sang tambatan hati, gadis asal Toboali, Bangka Selatan yang kini terus mendampinginya.
Sukses secara materi tak membuat dia lupa diri. Hery ingin hidupnya bermanfaat, saling berbagi. Sebuah ambulance diwakafkan untuk keperluan warga membawa jenazah.
"Kunci mobilnya ada di mobil itulah, silakan pakai. Ada di depan rumah," ujar Hery.
Hery menginginkan suasana puluhan tahun lalu, ketika dia hidup bersama orangtua dan anak-anak sebayanya.
"Saya rindu suasana Bangka zaman dulu. Kemana saya mencarinya, makanya saya membuat tempat itu. Saya buat konsepnya, panggil anak-anak bermain di sini. Di Bandung tempat saya tinggal, ada kampung wisata. Di sini, saya membuat tempat anak-anak bermain caklingking, cangkulon. Ada sungai yang sudah saya dam, ada tempat memasak dari kayu bakar, ada ubi kayu yang bisa dimakan, ada ikan di kolam," kata Hery.