Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Songket Produksi Karangasem Bali, Langka, Dikerjakan Selama 1 Bulan

Kain tenun alam yang dimaksud adalah kain yang diproses dengan menggunakan bahan-bahan alami hingga ke pewarnaannya, dan dikerjakan secara manual.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Songket Produksi Karangasem Bali, Langka, Dikerjakan Selama 1 Bulan
Tribun Bali/Cisilia
Songket Bali 

Laporan Wartawan Tribun Bali, Cisilia Agustina Siahaan

TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Berbagai kain dan pernak pernik khas Bali tampak ditampilkan di area lantai bawah Gedung Ardha Candra, Art Center, Denpasar, Bali.

Masih dalam rangkaian dan suasana Pesta Kesenian Bali (PKB) XXXVII Tahun 2015, satu di antaranya yang cukup menarik perhatian adalah kain-kain yang dijual di kios bernama Tuhu Batu.

bali
Songket produk Bali ini kebanyakan berwarna alam. (Tribun Bali/Cisilia)

Menjual berbagai kain tenun alam, itulah yang ditawarkan oleh kios satu ini.

Di antaranya, Songket Batuan, Songket Warna Alam, dan Songket Tembakan Warna Alam.

Berbagai jenis kain tenun alam yang cantik ini digantung berjejer dan dapat dilihat di tiap sisi kios Tuhu Batu tersebut.

Kain tenun alam yang dimaksud di sini adalah kain yang diproses dengan menggunakan bahan-bahan alami hingga ke pewarnaannya, dan dikerjakan secara manual, tidak menggunakan mesin.

Berita Rekomendasi

Hal tersebut dapat dilihat dari warna-warna yang tampak pada kain-kain tersebut.

Tidak begitu mencolok seperti menggunakan pewarna buatan (kimia), warna-warna yang tampak dari kain tersebut lebih condong ke warna-warna alam yang kalem.

“Di sini kami jual tenun alam. Warna-warnanya dari bahan alami, seperti akar, daun, kulit kayu, hingga kayu itu sendiri,” ujar Ida Ayu Ngurah Puniari, pemilik kios Tuhu Batu, kepada Tribun Bali Kamis (9/7).

Kain tenun alam sendiri, menurut wanita yang akrab disapa Dayu ini, cukup jarang ditemui.

Selain karena proses pembuatannya yang tidak mudah dan memakan waktu cukup lama, banyak juga orang-orang saat ini tidak mengetahui tentang kain tenun alam tersebut karena banyaknya pengaruh modernisasi.


“Saya mau angkat dan lestarikan lagi kain-kain seperti ini. Dulu sempat ada, namun kemudian sudah lama hilang, karena prosesnya sulit dan jarang yang mencari,” ujar Dayu.

Sebagai pembanding pun, Dayu membawa serta kain lain yang menggunakan bahan kimia.

Tujuannya, jika ada pembeli yang datang dan bertanya, ia dapat menunjukkan perbedaan dari Kain Tenun Alam tersebut dengan kain yang menggunakan bahan kimia.

Untuk kainnya sendiri, merupakan produksi dari Desa Sidemen, Kabupaten Karangasem, Bali, tempat asal dari Dayu.

Sementara untuk pengerjaan motifnya, saat ini ia bersama para 10 pengrajin tenun asal Sidemen, tengah berfokus pada motif Batuan, Gianyar.

“Sekarang lagi mengangkat motif tenun Batuan. Kami ingin tenun Batuan ini berkembang lagi,” tambahnya.

Tidak diproduksi secara massal, itulah yang menjadi ciri khas Tenun Alam ini.

Dikarenakan proses pengerjaannya yang panjang, dan pengrajinnya pun tidak banyak.

Menurut Dayu, tidak sembarang orang bisa menjadi pengrajin tenun.

“Kalau untuk pengrajin tenun itu harus tekun dan sabar. Karena mengerjakan kain tenun ini kan lama dan prosesnya detail sekali. Harus sabar dam rajin kalau mau menenun,” ujar Dayu.

Untuk satu kain tenun alam dengan ukuran sekitar 4 meter, butuh waktu penenunan selama kurang lebih satu bulan.

Itu pun menurut Dayu hanya proses tenunnya saja.

Untuk proses awal dari pewarnaan dan pemintalan benang belum termasuk, sehingga bisa lebih lama lagi.

Harga yang ditawarkan per kain pun berbeda-beda.

Mulai dari harga Rp 6 juta, ada juga yang lebih mahal lagi dari itu, sekitar Rp 8 juta.

Menurut Dayu, harga yang dipatok tiap kain tersebut dilihat dari kerumitan motif dan juga warnanya.

Selain di PKB, kios Tuhu Batu ini dapat ditemui di kediaman Dayu, yakni di Banjar Gede Batuan, Sukawati Gianyar.

Masih bergerak dalam industri rumahan, jika ada yang ingin memesan dapat datang ke tempatnya tersebut.

Proses Pembuatan

Selain proses pembuatannya yang lama, untuk mendapatkan warna alam yang diinginkan, diakui Dayu tidaklah mudah.

Bahkan, tak jarang ia mengalami kegagalan saat melakukan proses pewarnaan pada benang sebagai bahan kain tenun tersebut.

“Kadang bagus, kadang malah gagal juga. Tergantung bahan dan kondisi cuaca. Saya malah sudah pernah gagal 3 kali. Kalau sudah gagal, ya, tidak bisa dipakai,” ujar Dayu.

Apalagi jika ingin menghasilkan warna yang bukan dari warna dasar.

Untuk Sembahyang

Selain songket-songket warna alam, di satu sisi di kanan kios Tuhu Batu, tampak sebuah rak kayu yang menampilkan Kain Bebali.

Jenis kain ini merupakan kain yang digunakan untuk upacara-upacara persembahyangan umat Hindu Bali.

Di antaranya, untuk upacara potong gigi, potong rambut bayi dan berbagai upacara lainnya.

“Biasanya dipakai untuk upacara-upacara di Bali. Ada yang dipergunakan langsung untuk bayi, untuk kelengkapan upakara, untuk pengangge pelinggih, termasuk kain Semara Ratih yang di bawah untuk potong gigi,” ujar Dayu sambil menunjukkan beberapa jenis Kain Bebali.

Agar masyarakat tahu tentang kain Bebali dan fungsinya, begitulah yang menjadi maksud dan tujuan Dayu menawarkan berbagai Kain Bebali di kiosnya ini.

Yang termasuk kain Bebali sendiri yang dijual di Tuhu Batu, antara lain Kain Gringsing, Kain Cempuk, Kain Poleng.

“Biar masyarakat tahu apa itu kain Bebali. Saat dipergunakan untuk upacara sembahyang, itulah kain Bebali,” ujar wanita yang juga berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah di Sidemen ini.

Dayu juga menambahkan, banyak yang tidak tahu fungsi dan perbedaan jenis Kain Bebali ini dengan kain-kain yang lain.

Di sinilah, Dayu yang juga sempat melakukan penelitian selama 3 tahun tentang kain tersebut, ingin mensosialisasikan dan melestarikan kain Bebali tersebut. (*)

Sumber: Tribun Bali
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas